
Politik dewasa ini menjadi pembahasaan yang tak menuai kebosanan bagi para pengamat, baik itu persepektif masyarakat atau pendapat para akademisi tentang politik. Pendapat yang beragam menimbulkan kesimpulan yang berbeda-beda, politik itu adalah kotor dan busuk, begitulah ucapan masyarakat yang ‘muak’ dengan kedatangan para politisi ketika musim pemilihan datang kepada masyarakat. Akademisi memberikan ulasannya, bukan politikya yang kotor tapi oknum yang berada di dalamnya.
Dalam dunia demokrasi hari ini: politik memang sering mendapatkan kecurigaan sebagai instrumen yang paling berdosa dalam mencapai cita-cita masyarakat Indonesia. Permainan-permainan itu ada di politik parlemen sebagai alat utama keputusan dan perundangan-undangan itu dibentuk dan ditempa sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat.
Perjalanan prestasi politik yang selalu ditampilkan ke depan masyarakat cendrung berada pada kondisi tak ‘layak’, sehingga nada pesimisme untuk berpartisipasi dalam ruang publik demokrasi berada dalam ketidakpedulian.
Generasi muda selalu diterpa dengan tontonan-tontonan politik yang membuat bangsa ini akan runtuh ‘esok hari’, generasi pesimis politik itulah yang tergambar pada generasi muda ita saat ini, terlibat dalam politik sesuatu yang menjadi ‘momok’ yang buruk di tengah generasi muda. Kesalahan itu bukan terletak kepada generasi muda sebagai ‘penerima’ ajaran, tapi kita sering didik dengan ajaran yang membuat kita ingin lari dengan politik.
Persiapan generasi optimis adalah upaya penting jika kita ingin melihat generasi muda yang ingin terlibat dalam ketokohan politik. Penting dan sentralnya posisi politik menjadikan kita harus peduli bahwa golput bukanlah sebuah pilihan tapi sebuah pembiaran untuk memilih orang-orang yang tak memiliki kompetensi tetap berjalan dengan santai tanpa hambatan.
Kemiskinan karakter optimis harus secepatnya dicarikan obatnya. Tak habis dalam waktu yang singkat dengan menular kepada generasi yang akan melihat bumi ini. Pencegahan sikap pesimis golput adalah dosa politik masyarakat dalam menentukan calon-calon yang ada pemimpin-pemimpin bangsa. Peradaban ke depan akan memiliki potensi jika generasi muda berani untuk ‘ambil peran’ dalam kondisi politik.
Saat ini, kita sebenernya gak kekurangan tokoh yang bisa mengubah bangsa ini dengan gagasannya loh karena banyak banget tokoh-tokoh yang dinilai sebagai calon-calon alternatif dan kinerjanya pun “kelihatan” seperti : Dahlan Iskan, Anis Baswdedan, Mahfud MD, Jokowi, Mbak Risma. Dan banyak tokoh-tokoh bangsa yang saat ini membutuhkan dorongan generasi muda untuk bisa memegang kepemimpinan politik bangsa ini.
Pemilih-pemilih rasional saat ini berada pada posisi generasi muda. Jika generasi muda gak mau berbuat dan gak mau terlibat, tanda-tanda pengantar Indonesia ini akan tidur selamanya telah kita percepat zamannya.
Tokoh-tokoh besar Indonesia, Soekarno, Hatta, Natsir, Syahrir berpandangan seperti ini ke kita sebagai generasi muda:
“Mereka itu adalah orang-orang yang punya mimpi untuk kemerdekaan Indonesia dan mereka telah lebih awal membukaan ‘pintu kemerdekaan” sekarang para pahlawan meminta kita mengisinya dengan peran dan kepedulian kita untuk bangsa ini.
Setidaknya sebagai generasi muda, kita harus bersatu: kekuatan utama perubahan ada pada generasi muda. 1908 kita ingat dengan Boedi Oetomo, 28 Oktober 1928 kita ingat dengan sumpah pemuda, 17 Agutus 1945 pemuda paksa golongan tua bahwa kita harus merdeka, 1966 pemuda bergerak untuk kediktatoran Orde lama, 1998 Pemuda hadir sebagai anak reformasi menumbangkan orde baru. Jangan sampe peran kita sebagai generasi muda menjadi lemah dibandingkan generasi muda pada masa lampau, yang ada Indonesia nanti gak maju-maju, mau dibawa kemana negara ini kalo anak mudanya gak mau bergerak maju???
Pemuda saat ini harus siap menyatakan dirinya sebagai agen perubahan dengan langkah-langkah startegis dengan siap menentukan calon pilihannya sesuai dengan ‘kemampuannya’ dalam memimpin bukan karena ikatan sosial yang semu. (tips and trick memilih calon legislatif ala Inspirator Freak :D)
Tahun 2014 adalah tahun penentu bagi generasi muda, pemuda tetap membiarkan kesalahan-kesalahan bangsa ini tetap berjalan dengan ‘bedebah’ karena dijalankan oleh orang yang salah, atau memilih untuk menyatakan sikap dengan menyumbangkan hak suaranya, tahun ini ‘eranya’ pemuda. Kalo misalkan anak muda diem adem ayem gak dateng ke TPS gak nyumbangin hak suara, mau hak suaranya dibeli sama orang-orang tertentu???jangan sampe hak kamu dirampas sama orang lain gitu aja.
Kita jalankan perubahan dengan merasakan di era ini kita punya harapan. Pembangunan bangsa dari tahun ini menentukan kualitas demokrasi kita. Apakah demokrasi kita masih terjebak dengan modal dan bisikan asing untuk menjadi pemimpin negeri ini atau kita bisa mandiri menentukan pemimpin, sehingga tak ada rasa balas budi modal dalam tawar-menawar soal kepentingan rakyat.
Pemuda harus tegas menentukan pemimpinnya, sebab era ini akan ia rasakan efek kepemimpinan sang calon. Jika pemuda masih ‘lembek’ menunggu perubahan dengan berdo’a maka kekuatan-kekuatan Gajah Mada yang selalu menjadi filosofi sejarah ‘tak melekat kepada kita’.
Soekarno dengan semangat muda punya harapan bahwa dengan hadirnya pemuda bangsa ini terasa bernyawa dan punya roh perubahan. Kepemimpinan Dahlan Iskan, Jokowi dan Jusuf Kalla harus menjadi contoh yang bisa ditiru pemuda: pemuda bukan yang berumur muda lalu ia katakan bahwa saya pemuda bangsa, tidak. Pemuda itu tak menentukan umur, terpenting ia punya harapan dan mimpi besar akan bangsa ini kedepan dengan gagasan yang visioner (tujuan jelas dan terarah).
Umur muda tapi ‘loyo’ dalam gagasan Indonesia masa depan. Pemuda seperti ini bisa dipertanyakan sebagai pemuda yang gak mau berbuat, dan menunggu umur dan merasa ‘senior’ dalam bangsa ini, sehingga kesalahan-kesalahan lama bakal terjadi, kita gak pernah belajar bahwa kepemimpinan dimulai dengan proses bukan dengan hasil instan. Se-instan apapun mie instan, tetep butuh proses mulai dari buka bungkusnya, rebus air, rebus mi, masukkin bumbu sampe terakhir penyajian.
Pemuda harus bermimpi dan berbuat bahwa politik adalah ranah yang penting. Segala yang berhubungan dengan bangsa ini dari Sabang sampai Meroke dirumuskan di sini. Jika Pemuda menjauhi politik maka generasi Indonesia kedepan diisi oleh orang-orang yang tak punya gagasan tapi memiliki lowongan yang besar untuk menjadikan ‘negara’ ini sebagai bengkel percobaan.