Glow for Indonesia

Dare to Dream

Hmm…Mimpi? Hal yang gratis dan nggak harus di bayar. Tapi tahukah kamu, setiap orang sukses itu dimulai dari bermimpi. Bermimpi itu mudah tetapi untuk meraihnya itu susah karena dibutuhkan usaha. Banyak orang takut bermimpi karena melihat realita sekitar mereka. Kali ini, aku mau menceritakan pengalamanku tentang bermimpi.

Dari SMA aku bermimpi masuk di dunia pariwisata. Dunia yang mengasyikan menurut aku, karena bisa jalan-jalan sambil bekerja. Hal yang menyenangkan bukan? Dan pasti banyak orang menyukai  jalan-jalan dan dibayar pula. Mimpi itu membuat aku mencoba masuk kuliah jurusan pariwisata. Akhirnya, aku memberanikan diri ikut ujian saringan masuk di sekolah pariwisata Trisakti. Dan benar, kecintaan aku dengan dunia pariwisata membuat aku mendapatkan pmdk khusus waktu itu, pmdk khusus itu diberikan buat anak yang mendapatkan nilai 100 buat ujian saringan masuk. Cuma mengejar mimpi itu nggak mudah, percayakah itu? Karena realita kadang bisa mematikan  mimpi kita loh! Itu yang aku rasakan.

Aku mendaftar menjadi mahasiswa di Trisakti, tapi keluarga besar aku menolaknya karena merasa nggak ada masa depan. Akhirnya, aku harus melepaskan mimpi itu, aku nggak jadi masuk sekolah pariwisata tersebut. Jujur sedih, dan membuat aku nggak berani bermimpi masuk dunia pariwisata lagi.

Tapi percaya nggak? Mimpi yang benar ingin kamu wujudkan adalah mimpi yang nggak pernah pudar walaupun sudah lama kamu meninggalkannya, hal itu aku rasakan. Akhirnya setelah 6 tahun aku melupakan mimpi itu, aku mulai mengejarnya kembali. Aku mencoba ikut beasiswa s2 pariwisata di salah satu sekolah pariwisata. Jujur aku nggak percaya diri, karena aku lulus s1 dengan ipk yang kecil, dibawah 2,75. Mungkin ada dari kalian yang mau mencoba beasiswa s2 atau bekerja di salah satu tempat tapi nggak percaya diri dengan ipk s1 kalian, itu yang aku rasain saat itu. Mencoba mengejar mimpi itu harus berani, dimulai dari berani melangkah.  Aku memberanikan diri melangkah, dan jangan lupa berdoa juga, minta persetujuan Tuhan juga. Akhirnya dengan ipk yang dibawa standar diminta, aku berhasil mendapatkan. Masalah nggak berhenti disaat aku mendapatkannya, satu tembok yang harus aku lewati adalah ketakutan.

Ketakutan membuat aku nggak berani meraih mimpi di depan mata aku. Takut dengan biaya kedepannya, takut bagaimana membayar, takut salah langkah, ketakutan membuat aku melepaskan kembali mimpi itu. Tapi percaya deh, ketika Tuhan ijinkan kamu melangkah, Tuhan membantu membuka jalan. Hampir setahun, aku mencoba mengatasi ketakutan aku tersebut. Karena mimpi itu masih terus terngiang dalam diri aku, aku kembali mencoba meraihnya. Dan sekarang aku memberanikan diri melangkah dan meraihnya, akhirnya aku ambil beasiswa s2 itu. Walaupun sudah setahun, pihak kampus tetap mengijinkan aku mengambilnya.

Mungkin banyak teman-teman yang merasakan hal sama, punya mimpi, tapi takut meraih. Punya mimpi tetapi nggak berani melangkah. Kalian bisa belajar dari pengalaman aku ini, jangan takut melangkah dan meraihnya. Disekitarmu banyak situasi yang membuat kamu harus melupakan mimpi mungkin, tapi tetap melangkah. Jangan terpengaruh oleh orang sekitarmu, kalau mimpi itu memang sudah ditanamkan dalam hidup kamu. Thomas alva Edison miliki mimpi membuat lampu, dia nggak berhenti hanya bermimpi saja. Dia mencoba melangkah dan meraih mimpi tersebut. Walaupun banyak kegagalan dan ketakutan yang menghalangi dia. Dan kita bisa belajar dari cerita tersebut, Dia bisa mewujudkan mimpinya.

Satu hal terpenting yang harus kalian tahu. Ketika kalian berani bermimpi dan mengejar mimpi kamu, itu nggak hanya menyenangkan hidup kamu karena berprestasi meraih mimpi kamu itu. Tetapi kamu bisa menginspirasi dan memberkati orang-orang sekitarmu yang melihat perjuangan kamu. Kalau mimpi itu bukan hanya khyalan belaka saja, tapi bisa diwujudkan. Thomas alva Edison berhasil menciptakan lampu, bukan hanya kepuasan buat dirinya sendiri, tetapi mimpinya berguna buat seluruh orang di dunia, dan menginspirasi orang-orang di dunia. Itulah kunci kenapa kita harus berani bermimpi dan mengejar mimpi. Kunci berhasil merealisasikan mimpi adalah Komitmen. Mimpi itu membuat kita termotivasi tetapi hanya komitmen yang bisa membuat kita mewujudkan mimpi kita menjadi kenyataan. Oke semuanya, itu ceritaku tentang mimpi. So, jangan pernah berhenti mimpi dan mengejarnya menjadi kenyataan. Mulai dari mimpi yang kecil, dan pasti kamu akan terus melangkahkan kakimu untuk mewujudkan mimpi kamu menjadi mimpi yang besar. Mimpi itu suatu luar biasa ketika itu menjadi visi kita dan bisa kita wujudkan untuk menolong dan memberkati orang lain. Hai anak muda, bermimpilah setinggi langit dan wujudkan itu menjadi kenyataan. Orang sukses itu orang yang bermimpi dan berkomitmen merealisasikan mimpinya. (Fransisca Octavia)

Power Ranger

6 orang muda. Dikumpulkan dari berbagai latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Tidak saling mengenal sebelumnya. Diberikan kekuatan super untuk menjaga Bumi dari monster-monster yang ingin menghancurkan Bumi. Mempunyai peralatan dan senjata yang keren. Ya, itulah gambaran pahlawan favorit saya ketika masih kecil: Power Ranger. Power Ranger menjadi salah satu tayangan kartun yang selalu saya tunggu di setiap hari Minggu.

Tapi begitulah kerennya Power Ranger. Memiliki kekuatan super dan senjata yang keren untuk memberantas para monster jahat yang ingin mengganggu keamanan Bumi. Setiap personilnya memiliki warna sebagai ciri khasnya masing-masing, yaitu Merah, Biru, Hijau, Hitam, Kuning, dan Merah Muda. Warna dari para ranger ini juga diasosiasikan dengan kepribadian masing-masing: Merah diidentikkan sebagai seorang pemimpin yang pemberani, Biru sebagai seorang yang pintar dan pengatur strategi, Hijau sebagai seorang yang tenang, Hitam sebagai seorang yang kuat dan misterius, Kuning sebagai seorang yang supel dan humoris, dan Merah Muda sebagai seorang yang penyayang.

Lalu, kenapa ada Power Ranger dalam tulisan ini? Kisah mengenai Power Ranger akan saya jadikan analogi dalam tulisan ini. Power Ranger saya analogikan sebagai pemuda-pemudi Indonesia. Ada Power Ranger, berarti ada juga musuh yang dilawan. Yapp, perkenalkan musuh kita bersama, monster mengerikan yang sudah lama ingin menghancurkan kesatuan dan persatuan rakyat Indonesia, namanya: Radikalisme. Mari kita mulai misi ini!

 

Mission Fact #1: Ketahuilah Musuhmu

Salah satu strategi efektif dalam pertarungan Power Ranger adalah para personilnya berusaha untuk mengenali musuh yang mereka hadapi, apa saja yang menjadi senjata berbahanya, apakah dia membawa teman, apa yang menjadi kelemahannya, dan mengamati pola pergerakan dari monster tersebut. Dan kali ini, kita akan mencoba untuk mengetahui lebih jauh mengenai monster yang akan kita hadapi, yaitu monster Radikalisme.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme memiliki arti sebagai 1) paham atau aliran yang radikal dl politik; 2) paham atau aliran yg menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; 3) sikap ekstrem di aliran politik. Menurut  Muhammad (2002, dalam Damayanti dkk., 2003), radikal  berasal  dari  kata  radic  yang berarti  akar,  dan  radikal  adalah (sesuatu)  yang  bersifat  mendasar atau  ‘hingga  ke  akar-akarnya’.  Predikat  ini  bisa  dikenakan  pada pemikiran  atau  paham  tertentu, sehingga  muncul  istilah  ‘pemikiran yang radikal’ dan bisa pula ‘gerakan’. Dari pengertian diatas, dapat dirumuskan bahwa radikalisme  adalah suatu paham  atau  aliran keras yang menginginkan perubahan atau  pembaruan  sosial  dan  politik dengan  cara  keras  atau  drastis  dan sikap ekstrem suatu aliran politik.

Sebagai suatu paham atau pemikiran, radikalisme dapat muncul dari lingkup kecil di masyarakat. Menurut Horace M. Kallen (n.d., dalam Damayanti dkk., 2003) gerakan radikalisme setidaknya ditandai dengan munculnya tiga kecenderungan umum. Pertama, radikalisasi merupakan respon dari kondisi yang sedang berlangsung. Biasanya respon  tersebut  muncul  dalam bentuk  evaluasi,  penolakan  atau bahkan  perlawanan.  Masalah  yang ditolak  bisa berupa  asumsi,  ide, lembaga  atau  nilai-nilai  yang  dapat dipandang  bertanggungjawab terhadap  keberlangsungan  kondisi yang ditolak.

Kedua,  radikalisasi  tidak berhenti  pada  upaya  penolakan, melainkan   berupaya  mengganti tatanan  tersebut  dengan  suatu bentuk  tatanan  yang  lain.  Ciri  ini menunjukkan  bahwa  dalam radikalisasi  atas  sesuatu  hal, terdapat  suatu  program  atau pandangan  dunia  sendiri.  Kaum radikalis  berupaya  kuat  menjadikan tatanan  tersebut  sebagai  ganti  dari tatanan yang sudah ada. Ketiga,  kuatnya  keyakinan kaum  radikalis  akan  kebenaran program  atau  ideologi  yang  mereka bawa.  Sikap  ini,  pada  saat  yang sama,  dibarengi  dengan  penafsiran kebenaran  dengan  sistem  lain  yang akan  diganti.  Dalam  gerakan  sosial, keyakinan  tentang  ide  ini  sering dikombinasikan  dengan  cara-cara pencapaian yang mengatasnamakan nilai  kemanusiaan.  Akan  tetapi, kuatnya  keyakinan  ini  dapat mengakibatkan  munculnya  sikap emosional  yang  menjurus  pada kekerasan

 

Mission Fact #2: Monster Sudah Mulai Merusak

Setelah mengetahui apa itu radikalisme, sekarang kita menghadapi ancaman nyata. Monster yang bernama radikalisme tersebut sudah melancarkan aksinya untuk merusak persatuan dan kesatuan negara, tidak hanya di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Tidak jarang, monster yang kita hadapi ini akan memakan korban jiwa dan menghancurkan infrastruktur yang ada.

Di tingkat dunia internasional sekarang ini, warga dunia sedang menerima ancaman dari kelompok Islam radikal yang menamakan kelompoknya Islamic State of Iraq and Sham (ISIS). Kelompok ini beranggotakan para pemberontak yang melakukan aksi-aksi kekerasan, pembunuhan, perampokan, dan tindakan agresif  lainnya dengan tujuan untuk membentuk negara Islam yang murni berdasarkan Syariat Islam. Mereka tidak segan-segan untuk membunuh, memperkosa, menyiksa orang yang mereka jadikan korban dan sandera. Selain itu, tentara ISIS juga memanfaatkan anak-anak dan wanita untuk jadi budak seks dan pembawa bom bunuh diri.

 

Mission Fact #3: Ada Kekuatan dalam Perbedaan

Dari kelima ranger yang ada, ranger hitam adalah yang menjadi favorit saya. Seorang pribadi yang tenang, tidak terlalu banyak bicara dan tak banyak tampil di depan orang banyak serta terkuat diantara yang lainnya. Tapi, yang menarik, hal ini tidak lantas membuatnya dapat mengalahkan monster sendirian. Akan selalu ada teman-temannya yang membantu. Dan ketika mereka bergabung menyatukan kekuatan khas masing-masing, maka itu menjadi senjata ampuh untuk mengalahkan monster.

Ilustrasi diatas merupakan kondisi yang ideal dari perjuangan dalam melawan radikalisme. Perbedaan latar belakang, kemampuan, ataupun kekurangan tidak menjadi penghalang untuk menyatukan aksi mewujudkan perdamaian, khususnya di Indonesia. Dari warna yang berbeda-beda membentuk kesatuan visi dan aksi yang saling sinergis.

Bergerak bersama berarti juga mau menerima orang lain. Kita bergerak dan bekerja dengan orang-orang yang mungkin sangat berbeda dengan kita dari segi kelebihan ataupun kelemahannya. Layaknya cerita Power Ranger, kelima ranger dengan senang hati menyambut ranger keenam yang baru bergabung dengan mereka ketika sedang menghadapi musuh yang sangat kuat dan membuat mereka tidak berdaya. Semakin banyak orang maka semakin banyak bantuan untuk mengalahkan musuh. Yeaah!

 

Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang sangat beragam latar belakangnya, mulai dari agama, status ekonomi, ras, sosial, budaya, dan kepercayaan. Walaupun berbeda, perbedaan ini menjadi warna dalam persatuan dan kesatuan Indonesia.

Bergerak dan bekerja bersama dalam melawan radikalisme di Indonesia harus menjadi satu sinergi yang berkesinambungan lewat agen-agen perubahan, yaitu kita sebagai pemuda-pemudi. Peran kita sebagai agen perubahan, dengan warna-warni kita masing-masing, diperlukan untuk menciptakan perdamaian Indonesia. (OWL)

 

Obedrey Willys Legi

@ebodrey

 

Referensi :

Damayanti, N.P., Thayibi, I., Gardhiani, L.A. & Limy, I. (2003). Radikalisme agama sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang: studi kasus Front Pembela Islam (FPI). Jurnal Kriminologi Indonesia, 3, 1, 43-57.

Orang Yunani percaya ada tiga saudara yang terus berkeliling dengan keretanya setiap hari, Helios yang membawa matahari, Eos yang membawa senja, dan Selene yang membawa bulan. Mereka berkeliling bergantian seolah membawa tongkat estafet waktu setiap hari.

Kadang hidup kita seperti itu, berkeliling setiap hari. Ada mereka yang disebut sebagai manusia pagi, siang, sore, ataupun malam. Kita selalu salah satu dari mereka ketika kita memutuskan terjaga dan tidak tidur. Siapakah mereka?

Puisi nomor tujuh…

 

Puisi Nomor Tujuh

Aku bangun di kala fajar,

Ketika semua orang terbangun dan bekerja…

Saat semua orang tak terduga hadir menyambut matahari

Mereka yang tak pernah lelah bekerja

Dan menyempatkan waktunya untuk berdiri tegap,

Kala insan masih terlelap.

 

Di bawah terik mentari,

Kala sang hari tengah berada di pusat kehidupan

Saat bermandikan cahaya dan peluh menetes deras

Disanalah semua orang berdiri,

Mencari nafkah demi sesuap nasi

dan belajar memahami seorang demi yang lain,

Kami semua manusia, yang memikul beban kehidupan.

 

Senja kala manisnya sang surya memudar sirna

Itulah kala cakrawala tengah berubah jingga.

Tiada kata tanpa manis serupa

Angin bertiup ke arah sang nyiur kelapa

Istirahat setelah sehari penuh bekerja

Dipenuhi segala tegur dan sapa

Namun tengah hampir habislah dunia

Dan saat terbangun, berakhirlah segala.

 

Kala malam tiba,

Gelap pun membahana

Suara itu terus bercerita

Tentang sepanjang hari yang bahagia

Kala lelah mulai meraja

Hari yang akan berakhir penuh suka

Lalu terlelaplah mata,

Tenggelam bersama bintang dan manisnya sinar rembulan.

Filosofi kopi
Sumber : Bintang.com

“Kalo tentang kopi, gue nggak pernah main-main,”

Sebagai anak muda, idealisme adalah salah satu yang dijunjung tinggi dan selalu dipertahankan sebisa mungkin. Begitu pula dengan Ben, seorang barista atau pembuat kopi dari kedai Filosofi Kopi. Filosofi Sendiri adalah kedai yang dibuat oleh sahabat sejak kecilnya, Jody, yang membebaskan Ben untuk semaksimal mungkin berekspresi dengan kopi-kopi yang dibuatnya.Setiap kopi punya nama dan filosofinya sendiri. Ben akan dengan penuh gembira menjelaskan filosofi dari kopi-kopi yang dibeli oleh para pelanggannya.

Namun sebagai pemilik usaha, Jody juga “bertugas” untuk mengontrol keuangan. Karena itu, ketika Ben meminta agar Jody membeli biji-biji kopi yang mahal agar kopi terasa lebih enak, Jody kerap menolaknya. Tak ada WiFi, tutup di jam makan siang, tidak buka 24 jam, membuat Filosofi Kopi sering sepi pengunjung. Keadaan keuangan mereka pun kian goyah. Hingga suatu hari, suami dari salah satu karyawan kedai tersebut tertabrak. Ben dan Jody hanya terdiam karena tak bisa membantu finansial karyawan tersebut.

Hingga suatu hari, tiba-tiba ada seorang pria kaya yang datang ke Filosofi Kopi. Ia membaca ulasan di sebuah koran tentang kedai yang memiliki racikan kopi paling enak di Jakarta ini. Ia menantang Ben dan Jody untuk membuat racikan kopi sendiri alias house blend untuk disajikan pada pengusaha penggila kopi yang sedang ingin ia menangkan tendernya. Tak tanggung-tanggung, 100 juta rupiah akan diberikan pada Ben dan Jody. Dengan penuh keyakinan, Ben malah menantang pria tersebut untuk memberikannya 1 milyar rupiah. Pria tersebut setuju. Namun jika gagal, Ben dan Jody harus memberikan 1 milyar pada pria tersebut sebagai kompensasinya.

Dengan penuh keyakinan, Ben meminta Jody untuk membeli biji-biji kopi terbaik (yang tentu mahal harganya) di pelelangan kopi. Dengan penuh keseriusan, Ben mengurung diri demi membuat racikan kopi yang paling sempurna. Singkat cerita, Ben berhasil membuat kopi yang paling enak se-Indonesia. Filosofi Kopi pun kembali ramai. Ia namakan kopi tersebut, “Ben’s Perfecto”.

Hingga seorang perempuan bernama El datang dan mencoba “Ben’s Perfecto”. El adalah seorangQ-Grader, ahli kopi bersertifikasi internasional. Ia mengatakan Ben’s Perfecto bukanlah kopi yang ternikmat se-Indonesia. Justru, kopi terenak yang pernah dirasakannya ada di desa terpencil di kawasan Ijen, Jawa Timur. Berang sekaligus penasaran, Ben dan Jody mengajak El untuk menunjukkan kopi tersebut.

Kopi di kawasan yang terletak di area Banyuwangi tersebut bernama Tiwus. Tak disangka, penemunya adalah pasangan suami istri sederhana yang tinggal di kawasan perkebunan. Sederhana, tanpa tendensi dan pretensi. Kopi Tiwus pun punya filosofinya sendiri. Yang pasti, ketulusan dari kedua orang desa tersebut lah yang membuat Kopi Tiwus nikmat diminum. Bagian ini sungguh menguras emosi karena Ben tak terima kopinya dikalahkan oleh seseorang yang hanya berprofesi sebagai petani. Tapi dari situ ia jadi teringat akan masa lalunya, tentang kepahitannya dengan orangtua, dan belajar tentang ketulusan hati.

Film Filosofi Kopi ini sangat menarik ditonton. Naskah yang segar dengan porsi humor dan melankolis yang pas, serta sinematografi yang sedap dipandang membuat kita terpapar dengan keindahan alam Indonesia. Kita bisa belajar tentang idealisme anak muda, persahabatan, penemuan makna dan jati diri, hingga hubungan anak dengan orangtua yang dipaparkan dengan cukup menyentuh hati di film ini.

Lewat film ini juga kita jadi tahu bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya. Bahkan dari kopi saja, kita punya kopi wamena, kopi lanang, kopi Sumatra, kopi toraja, hingga kopi luwak yang amat sangat digemari oleh orang-orang di seluruh dunia. Itu baru kopi. Bagaimana dengan hasil alam yang lain? Sungguh, kita perlu bangga dan bersyukur atas kekayaan negara kita Indonesia yang tercinta. Mari tonton film ini, dan temukan filosofi dari kopimu!

 

Filosofi Kopi

Sutradara: Angga Dwimas Sasongko

Penulis Naskah : Jenny Jusuf

Produksi: Visinema Pictures (117 menit)

Pemain: Chico Jericho, Rio Dewanto, Julie Estelle, Slamet Rahardjo, Jajang C. Noer

 

(Lydia Natasha Hadiwinata)

 

 

 

Dua hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 21 April 2015 diperingati sebagai hari Kartini atau dikenal sebagai hari emansipasi perempuan di Indonesia. Tahun 1903, seorang perempuan yang menginspirasi dunia bernama Kartini menulis sebuah “surat catatan” yang diterbitkan di berbagai surat kabar. Tulisannya berjudul “Berikanlah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa”. Surat tersebut menuliskan:

“Siapakah yang akan menyangkal bahwa perempuan memegang peranan penting dalam hal pendidikan dan moral pada masyarakat. Dialah orang yang sangat tepat pada tempatnya. Ia dapat menyumbang banyak (atau bisa dikatakan terbanyak) untuk meninggikan taraf moral masyarakat. Alam sendirilah yang memberikan tugas itu padanya.

Sebagai seorang Ibu, wanita merupakan pengajar dan pendidik pertama. Dalam pangkuannya seorang anak pertama-tama belajar, merasa, berpikir, berbicara; dan dalam banyak hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak…”(1)

Membaca tulisan diatas menyiratkan betapa Kartini sangat menghargai pendidikan dan menyadari bahwa perempuan memiliki andil yang besar dalam peletakan dasar watak kepribadian anak. Awal mula pendidikan dimulai dari keluarga dan dilakukan oleh seseorang yang bernama ibu.

Memang, pada dasarnya naluri seorang perempuan adalah menjadi seorang penolong bagi kaum yang lain. Akan tetapi, hak seorang perempuan juga perlu diperhatikan, dimana perempuan seharusnya dilindungi, dihargai, serta diberikan pendidikan yang layak. Mungkin saat ini beberapa diantara masyarakat di Indonesia masih tidak mengakui emansipasi perempuan. Ada yang tidak mengakui karena takut bahwa perempuan akan menginjak-injak harga diri mereka, ada yang merasa minder karena menyadari bahwa usaha seorang perempuan lebih besar, dan ada pula yang merasa minder tatkala perempuan menjadi sosok yang lebih bisa diandalkan.

Perjalanan untuk sebuah emansipasi bagi kaum perempuan hingga kini masih berlanjut. Pembentukan Komisi Nasional Perlindungan Perempuan masih belum cukup membantu. Data yang didapatkan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tahun 2014 menyebutkan bahwa ada 1,25 juta perempuan usia 15-19 tahun yang melakukan pernikahan dini  dan faktor pencetusnya adalah faktor ekonomi dan pendidikan (3). Belum lagi masalah pelecehan seksual dan penganiayaan yang dialami oleh tenaga kerja wanita (TKW).

Masalah emansipasi perempuan perlu didukung semua pihak, termasuk kaum pria. Perempuan membutuhkan sosok yang sering menyebutkan dirinya kuat untuk membantu perempuan mendapatkan haknya.Jika ada pertanyaan yang menanyakan, kenapa perempuan butuh emansipasi? Jawabannya sederhana: “untuk menjadi penolong bagi penerus bangsa, yaitu anak-anak kalian wahai kaum laki-laki.”

Ada beberapa fakta sederhana mengenai perlunya emansipasi perempuan.

  1. Gen kepintaran yang dimiliki oleh anak diwariskan oleh ibunya(3). Ketika perempuan tidak diberikan pendidikan yang layak, maka kepintaran perempuan tersebut tidak terasah sehingga bisa menyebabkan anak yang akan dilahirkannya nanti akan mewarisi sifat yang sama.
  2. Perempuan bisa menjadi tulang punggung keluarga/ membantu suami bekerja
  3. Dalam bidang sosial, kaum perempuan telah memiliki benteng untuk melindungi diri dari pengaruh globalisasi dalam bidang sosial ini. Kaum perempuan telah dilindungi oleh UU (Undang-Undang) pornografi dan pornoaksi yang banyak menyita perhatian khalayak. Pada hakikatnya UU (Undang-Undang) tersebut adalah sebuah bentuk perlindungan kehormatan perempuan yang dijadikan bahan eksploitasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Dengan adanya emansipasi perempuan, maka diharapkan bahwa baik kaum perempuan dan laki-laki lebih memiliki rasa saling menghargai dan menghormati. Dengan terwujudnya impian tersebut akan terlahir generasi-generasi penerus bangsa yang berdedikasi tinggi bagi bangsanya. (RFT)

 

Ruth Faleria Tengker

@ruteng_

Sumber:

  1. Iswanti (2008). Jalan Emansipasi Sekolah dan Asrama Mendut (1908-1943). Penerbit Kansius (Anggota IKAPI). Yogyakarta-Indonesia
  2. Pokja Analisis Dampak Sosial Ekonomi terhadap Kependudukan Ditdamduk BKKBN. (2012). PERNIKAHAN DINI PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA:DAMPAK OVERPOPULATION, AKAR MASALAH DAN PERAN KELEMBAGAAN DI DAERAH. Diakses dari http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/Hasil%20Seminar%20Eksekutif%20Analisis%20Dampak%20Kependudukan/hasil%20pernikahan%20usia%20dini%20BKKBN%20PPT_RS%20[Read-Only].pdf. Diunduh pada tanggal 22 April 2015
  3. Poniman F., Nugroho I., Azzaini J. (2006). Kubik Leadership- Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup. Penerbit: Hikmah. Cilandak

Memimpin Dengan Visi : Transformational Leadership

Setiap dari kita pasti pernah tergabung dalam sebuah komunitas atau organisasi, baik itu di kampus maupun di luar kampus. Ada mungkin yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Unit Kegiatan Mahasiswa, atau komunitas hobi tertentu. Dan mungkin juga kamu pernah menjadi menjadi ketua atau pemimpin sebuah organisasi atau kelompok tersebut.

Berbicara mengenai peran pemimpin dalam sebuah organiasi atau komunitas berarti berbicara juga tentang kepemimpinan (leadership). Setiap orang yang menjadi pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya masing-masing. Gaya kepemimpinan ini menjadikan seorang pemimpin unik dan menentukan hal-hal apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok tersebut. Seorang pemimpin yang tidak memiliki gaya kepemimpinan hanya akan menjadi pemimpin yang ikut-ikutan, tidak memiliki pendirian, serta tidak memberikan ‘nyawa’ bagi organisasi yang dipimpinnya.

Di zaman sekarang ini, perkembangan tentang konsep gaya kepemimpinan telah berkembang dengan sangat pesat, salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional (transformational leadership). Kepemimpinan transformasional muncul sebagai gaya kepemimpinan yang penting dan mempengaruhi kerangka kerja dari seorang pemimpin (Avolio & Bass, 1988; Bass, 1985 dalam Cleavenger & Munyon, 2013). Gaya kepemimpinan ini muncul sebagai terobosan menggantikan gaya kepemimpinan tradisional.

Transformational leadership adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada perubahan atau transformasi dari tujuan, nilai, etika, standard, dan performa orang lain (Northhouse, 2003 dalam Aamodt, 2010). Para pemimimpin transformasional biasanya disebut sebagai orang yang memiliki visi, karismatik, dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Mereka memimpin dengan membawa suatu visi, melakukan perubahan dalam organisasi untuk menyesuaikan dengan visi yang dibawanya, dan memotivasi para karyawan untuk mencapai visi tersebut. Pemimpin transformasional juga mengembangkan kemampuan orang-orang yang dipimpinnya (Jung and Sosik, 2002 dalam Gumusluoglu & Ilsev, 2009). Mereka melakukan inovasi, berfokus pada orang didalamnya, fleksibel, berpikir jauh ke depan, berhati-hati dalam menganalisa masalah, dan percaya pada intuisinya (Bass, 1997; Nanus, 1992; Yuki, 1994, dalam Aamodt, 2010).

Salah satu contoh seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional adalah Herb Kelleher, seorang CEO yang menjadikan Southwest Airlines menjadi salah satu maskapai penerbangan terbaik di dunia. Dia memiliki karisma (pernah satu kali menyelesaikan perselisihan antar karyawan dengan melakukan adu panco), berorientasi pada karyawan (karyawan paling utama), memiliki visi (dia menerapkan konsep low-cost airline sebagai desain untuk berkompetisi dengan moda transportasi darat dan maskapai perkembangan lain), dan motivator yang sangat baik untuk orang-orang yang ada di perusahaannya.

Seorang pemimpin sesukses Herb Kelleher juga tidak akan berhasil jika tidak dibantu oeh karyawannya. Yapp, seorang pemimpin juga membutuhkan rekan untuk mewujudkan visinya. Ada sebuah ilustrasi. Waktu kecil, saya sangat suka dengan film Power Ranger. Memiliki kekuatan super dan senjata yang keren untuk memberantas para monster jahat yang ingin mengganggu keamanan Bumi. Setiap personilnya memiliki warna sebagai ciri khasnya masing-masing, yaitu Merah, Biru, Hijau, Hitam, Kuning, dan Merah Muda. Warna dari para ranger ini juga diasosiasikan dengan kepribadian masing-masing: Merah diidentikkan sebagai seorang pemimpin yang pemberani, Biru sebagai seorang yang pintar dan pengatur strategi, Hijau sebagai seorang yang tenang, Hitam sebagai seorang yang kuat dan misterius, Kuning sebagai seorang yang supel dan humoris, dan Merah Muda sebagai seorang yang penyayang.

Dari ilustrasi diatas, saya ingin menunjukkan kalau seorang pemimpin transformasional harus jeli dan peka terhadap keberagaman dari orang-orang yang bekerja bersamanya. Tidak semua orang memiliki kemampuan dan sifat yang sama. Masing-masing orang memiliki warnanya masing-masing. Seperti Power Ranger, seorang pemimpin transformasional harus bisa memaksimalkan keberagaman potensi dan kemampuan untuk kemudian menggerakkan rekan kerjanya mencapai visi bersama. Tak lupa, seorang pemimpin transformasional juga harus bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru di masa datang. Mengutip perkataan dari Hellen Keller, “Alone we can do so little. Together we can do so much”.

Bukan hanya di perusahaan saja, tetapi gaya kepemimpinan transformasional dapat kita terapkan dalam kehidupan organisasi/kelompok kita. Yuki (1994, dalam Aamodt, 2010) menjelaskan langkah-langkahnya, yaitu:
Kembangkan sebuah visi yang jelas dan operasional, tidak abstrak.
Kembangkan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut.
Komunikasikan visi tersebut kepada orang-orang yang kita pimpin.
Bertindak percaya diri dan optimis.
Raih kesuksesan di hal-hal yang kecil dulu untuk membangun kepercayaan diri.
Memimpin dengan memberikan contoh bagi orang yang kita pimpin.
Membuat, memodifikasi, atau mengeliminasi bentuk-bentuk budaya organisasi/kelompok, seperti slogan, simbol, dan seremoni.

Lalu, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sudah menjadi pemimpin yang transformasional bagi teman-teman yang kamu pimpin? Jika belum, jangan khawatir kawan. Menjadi pemimpin berbicara mengenai proses dan jam terbang, tidak instan begitu saja. Melibatkan diri dalam interaksi dengan sesama di organisasi atau komunitas, terus belajar, bangun jejaring, dan mengembangkan apa yang menjadi passion kamu, dapat menjadi kunci untuk membangun kapasitas diri lebih baik lagi sebagai seorang pemimpin. Tentunya tak lupa selipkan satu tujuan dalam setiap karya dan visimu: membuat Indonesia menjadi lebih baik. (OWL)

Obedrey Willys Legi
@ebodrey

Referensi :
Aamodt, M.G. (2010). Industrial/Organizational Psychology (6th ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning.
Cleavenger, D.J & Munyon, T.P. (2013). It’s how you frame it: transformational leadership and the meaning of work. Business Horizons, 56, 351—360.
Gumusluoglu, L. & Ilsev, A. (2009). Transformational leadership, creativity, and organizational innovation. Journal of Business Research, 62, 461–473.

sumber : www.athslife.com

Sambil menyedu teh di pagi hari, aku mengingat kisah tentang ini.

Kamu pasti berpikir bahwa di dunia ini ada orang yang tidak pernah terkalahkan. Kadangkala kita merasa tidak mampu dan ingin menyerah saja pada kondisi. Kita lelah dan kita berada di posisi yang tidak menguntungkan. Ada orang di luar sana yang hidupnya sempurna, sementara hidup kita jauh dari sempurna. Buat apa berusaha kalau berakhir pada kegagalan? Sahabatku mengajariku satu hal…

Mata itu tajam, lurus, tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Peluh boleh menetes. Disampingnya lirikan demi lirikan itu dilemparkan padanya. Angkuh dan penuh kesombongan, merendahkan manusia lebih mudah daripada menyelesaikan pertandingan dan menundukkan diri. Kadang lututnya melemas, ia lebih baik mundur daripada menunggung kekalahan dan dihina oleh dunia yang jahat. Tapi itu tak boleh dilakukannya, sebab dunia menunggunya. Janjinya pada bangsanya,

“Aku akan menyelesaikan pertandingan lariku, aku harus menyelesaikan pertandingan lariku!”

Teringatlah sang pelari pada ingatan 26 tahun lalu ketika dirinya berlari kecil di halaman rumah, bila dengan tekun ia terjatuh dan ibunya memberikan semangat padanya. Setiap hari, setiap waktu. Waktu berlalu makin dewasa dan ia tetap mendisiplinkan larinya, makin hari makin jauh sebab tubuhnya dilatih sedemikian kuat. Hingga akhirnya, ia berikrar bahwa dirinya akan mengharumkan bangsanya.

Disinilah ia berada, dengan deru napas di sekitarnya. Ia bisa mendengar napas cepat lawannya di sekitarnya, ia bisa mendengar debar jantung orang di sebelahnya. Semakin didengarkannya, ia semakin ketakutan. Bila ia tak bisa menyelesaikan pertandingan ini, ia tak akan malu di negri ini saja. Ia tak akan sanggup pulang dengan keadaan kalah dan direndahkan. Ia harus menang, membopong medali terbaiknya dan membuktikan bahwa negerinya tak bisa disepelekan.

Dalam renungan panjangnya, ia merasa tenang. Ia akan memenangkan pertandingan ini, sebaik yang bisa dilakukannya. Lalu pistol itu ditembakkan dan ia segera menyeringai cepat dan berlari secepat yang ia bisa.

Tiga hal yang diingatnya saat berlari:

Posisi, selalu menyatakan dimana kita berada. Posisi akan menyatakan jarak yang akan kita tempuh ke depan. Sesuatu yang ada dalam diri kita sebagai tanda bahwa kita berada pada suatu tempat.

Kecepatan adalah sesuatu yang sedang kita lakukan. Setiap pelari punya kecepatan. Kecepatan ini akan mengantarkan pelari pada kemenangan untuk menempuh jarak.

Percepatan adalah niat yang akan kita lakukan. Mempercepat kecepatan atau memperlamabatnya adalah tindakan yang bijaksana yang akan dibuat dalam perencanaan seorang pelari.

Temanku terus berlari dengan bersemangat dan ia yakin ia akan melampaui segalanya. Sebentar lagi ia akan menang untuk menyelesaikan kilometer demi kilometer peperangan ini. Setiap tatapan dan napas intimidasi musuh dihalaunya dan ia yakin ia akan menyelesaikan pertandingan ini dengan baik. 500 meter lagi dan finish.

Batu sandungan selalu ada dalam hidup, secepat apapun kita berlari, sekuat apapun kaki kita berlari. Ketika kita tak berhati-hati, dia akan menyandung kita. Tak peduli sedekat apa kita dengan akhir dan membuat kita jatuh. Lalu pelari itu jatuh dan terluka di lututnya.

Kata orang, jatuh di dekat garis finish itu sial. Pelari itu seketika menangis karena sakit yang dirasakannya bukan di lutut, tapi di hatinya. Kini ia terinjak lawan dan melihat satu per satu lawan yang telah dikalahkannya menyusulnya dan menjauh darinya. Ah ia benar-benar tidak beruntung.Di kiri kanannya banyak tali untuk keluar dari pertandingan dan menyerah.

Lalu teringatlah ia, bahwa ia sudah mendekati garis finish pada posisinya, bahwa ia masih bisa berlari dengan kecepatannya meskipun kakinya terluka, dan ia masih memiliki niat untuk mempercepat larinya. Kendati terluka, niat itu selalu ada, tak pernah hilang. Lalu berlarilah ia dan ia tahu kemenangan yang sebenarnya adalah untuk menyelesaikan sebuah pertandingan, apapun kondisinya.

Teman-teman! Aku belajar dari sahabatku ini, pelari sejati ini. Tak peduli separah apapun kita gagal, kita selalu punya kemauan untuk sukses. Ambil posisi kita, kita akan memulai dengan baik dan mengakhiri dengan baik, kecepatan adalah ketekunan untuk menyelesaikannya, dan percepatan melalui ide dan plan yang kita buat untuk membuat kita semakin maju. Terima kasih sahabatku.

 

Insiprasi kisah John Stephen Akhwari

Summer Olimpyade 1968, Mexico

Andrean Wijaya

@dadanglord

sumber : kalw.org

Apa yang ada di pikiran rekan-rekan muda ketika berbicara tentang cinta? Mungkin kebanyakan dari kita akan langsung berpikir mengenai pacar kita masing-masing (kalau yang sudah punya :p ). Atau ada juga yang berpikir mengenai cinta kepada sahabat-sahabat kita masing-masing. Namun, pernahkah kita berpikir apa esensi dari suatu konsep yang bernama cinta? Nah, dalam tulisan ini akan disajikan pandangan mengenai konsep cinta dari segi ilmu Psikologi.

Sebelumnya kita akan berbicara dulu mengenai pengertian cinta dan jatuh cinta. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta dapat diartikan sebagai hubungan antar pria dan wanita berdasarkan kemesraan, tanpa ikatan berdasarkan adat atau hukum yang berlaku. Lalu, bagaimana dengan jatuh cinta? Menurut Aron, Aron & Paris (1995), jatuh cinta adalah keadaan dimana timbulnya keinginan kuat membentuk hubungan yang dekat dan romantis dengan orang-orang tertentu.

Kemudian, ternyata ada beberapa faktor individual yang memengaruhi cinta. Menurut Wisnuwardhani & Mashoedi (2012), terdapat 3 faktor individual yang memengaruhi seseorang ketika mencintai orang lain, yaitu :

a. Attachment style (Tipe Kedekatan)
Terdapat tiga jenis attachment style yang sering dikaitkan dengan suatu hubungan yang dekat, yaitu secure, avoidant, dan anxious/ambivalent. Orang yang secure akan menyatakan bahwa ia merasa nyaman dalam keintiman emosional dan memiliki ketergantungan tertentu. Orang yang avoidant tidak menyukai ketergantungan dan kedekatan sedangkan orang yanganxious/ambivalent terlihat terikat dan posesif.

b. Usia
Semakin bertambah usia seseorang, mereka umumnya memiliki hubungan yang sudah lama terjalin dan mulai membangun hubungan yang lebih serius menuju bahtera rumah tangga.

c. Jenis kelamin
Secara keseluruhan, pria dan wanita memiliki kesamaan ketika jatuh cinta. Mereka mengalami berbagai tipe cinta yang serupa dan sedikit perbedaan proporsi pada attachment style yang dimiliki pria dan wanita.

Ada beberapa tokoh psikologi yang mencoba untuk memberikan pandangannya tentang konsep cinta. Salah satunya adalah seorang tokoh bernama Robert Stenberg. Dalam bukunya tentang The Triangular Theory of Love atau yang dikenal dengan Teori Segitiga Cinta, Stenberg menunjukkan bahwa ternyata cinta memiliki tiga dimensi, yakni intimacy, passion, decision dan (atau) commitment.

sumber : www.ericadhouse.com
sumber : www.ericadhouse.com

Intimacy. Dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan yang mengikat mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman emosional saat kedua pihak saling mengerti, terbuka, dan saling mendukung, dan dapat berbicara apa pun tanpa merasa takut ditolak. Dalam kondisi dimana hanya ada intimacy dalam hubungan romantis, itu hanya sebatas suka.

Passion. Dimensi passion menekankan pada intensnya perasaan dan keterbangkitan yang muncul dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada jenis cinta ini, seseorang mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, terpesona dengan pasangan, ingin selalu bersama yang dicintai, memiliki energi yang besar untuk melakukan sesuatu demi pasangan mereka, dan tentu saja merasa sangat berbahagia. Jika hanya terdapat passion dalam hubungan romantis, maka itu disebut tergila-gila.

Decision dan (atau) Commitment. Pada dimensi ini, seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan seorang pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat bermakna mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga hubungan tetap langgeng, dan memperbaiki bila hubungan bila dalam keadaan kritis. Pada dimensi ini, seseorang sudah mulai memikirkan mengenai pernikahan. Kondisi dimana hanya ada komitmen dalam hubungan romantis disebut cinta yang kosong.

Ketiga dimensi yang dijelaskan sebelumnya juga saling berkaitan dan membentuk karakteristik dari jenis-jenis cinta. Pertama, perpaduan antara intimacy dan passion akan membentuk romantic love dimana dirasakan pasangan ketika hubungan mereka sedang “hangat-hangat”-nya, memiliki keterikatan fisik, sering menghabiskan waktu bersama, dan juga merasa seperti sahabat untuk satu sama lain. Cinta jenis ini cenderung lebih banyak pada remaja dan dewasa muda dimana masih kurangnya komitmen kepada pasangan.

Kedua, ada yang namanya companionate love yang merupakan paduan antara intimacy dan commitment. Cinta jenis ini lebih banyak ditemukan pada pasangan yang sudah lama menikah. Passion mereka bisa dibilang sudah tidak ada, tetapi mereka tetap merasakan ikatan emosional yang sangat dalam dan komitmen satu sama lain. Cinta jenis ini merupakan cinta yang bertahan lama dan membawa kepuasan dalam hubungan cinta mereka.

Ketiga, fatuous love yang merupakan perpaduan antara passion dan commitment. Disebut juga cinta yang penuh fantasi karena pasangan yang melandaskan hubungannya dari cinta jenis ini sama-sama ingin saling mencintai, tetapi tidak memiliki suatu ikatan emosional yang nyata. Komitmen diantara mereka didasarkan pada gairah seksual tanpa membentuk ikatan emosional untuk mempertahankan kelangsungan hubungan mereka.

Manakah yang lebih baik untuk menjadi landasan hubungan romantis kamu dengan pasangan kamu? Cuma kamu dan pasanganmu yang tahu jawabannya. Dan kembali lagi komunikasi dan penerimaan menjadi elemen penting dalam menjalin hubungan dengan pasangan agar hubungan yang kalian jalani dapat terus merasakan passion, commitment, dan intimacy hingga akhir hayat. Semoga tulisan ini menambah wawasan bagi kita semua dalam memaknai yang kusebut: CINTA. (OWL)

Obedrey Willys Legi (@ebodrey)

Referensi :
Aron, A., Aron, E., & Paris, M. (1995). Falling in love: prospective studies of self-concept change. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 1102-1112.
Wisnuwardhani, D. & Mashoedi, S.F. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://study.com/academy/lesson/sternbergs-triangular-theory-of-love-definition-examples- predictions.html

sumber : www.lccdefenders.org

Banyak orang bilang ketika kita beranjak dewasa artinya kita harus siap untuk menghadapi berbagai kenyataan pahit yang akan kita temukan dalam hidup. Bukan berarti bahwa selamanya kita tidak akan menemukan sisi anak-anak dalam diri kita ketika kita menjadi dewasa, melainkan bagaimana kita belajar melalui setiap proses kehidupan dengan baik. Dalam setiap kenyataan yang tidak menyenangkan dalam hidup, kita ditempa untuk semakin kuat. Saya punya beberapa pengalaman yang ‘tidak enak’ mengenai kesembuhan penyakit yang hendak saya bagikan bagi teman-teman sekalian.

Tahun 2007 saat kota dan perumahan saya terserang banjir untuk siklus lima tahun kedua sejak 2002, di bulan Maret, rumah dalam kondisi pemulihan dari dampak banjir yang setinggi pinggang di dalam rumah. Suatu siang sepulang sekolah, saya menemukan bahwa mama dirawat di rumah sakit karena terkena koroner jantung pasca trauma akibat banjir. Itulah awal mimpi buruk itu muncul. Sejak saat itu, saya selalu trauma ketika mendengar tiang listrik yang dipukulkan karena itu artinya, musuh itu, ‘banjir’, muncul kembali. Sebagian terdengar konyol bagi banyak orang tapi ketakutan bagi satu orang memang selalu menjadi bahan tertawaan bagi orang lain.

Tahun 2010 di awal tahun, kakak saya kehilangan putri sulungnya dalam kandungan karena pengentalan darah dalam usia kandungan 6 bulan. Di akhir tahun yang sama, ayah saya divonis terkena kanker getah bening. Saya merasa bahwa saya mulai kehilangan arah dan inilah realita hidup yang ‘pahit’ yang diceritakan banyak orang. Di tahun 2010 itu juga saya ada di pesimpangan jalan dan harus memutuskan akan pergi ke universitas mana untuk melanjutkan studi perguruan tinggi.

Saya bersyukur bahwa akhirnya keluarga saya sembuh dan dipulihkan, ayah saya sembuh setelah terserang kanker getah bening dua kali dan menjalani kemoterapi dua kali juga. Mama bisa sembuh dari penyakit jantungnya. Kakak saya juga saat ini sudah memiliki putra berusia 4 tahun. Saya juga telah menyelesaikan studi teknik kimia saya selama 4 tahun terakhir ini. Kami selalu senang berbagi mengenai kesembuhan dan berbagai hal yang membuat kami masih kuat dan belajar bersama sampai saat ini.

Salah satu pengalaman tak terlupakan adalah kondisi fisik dan emosi saya yang mudah tersulut dan tidak terlalu kuat. Menurut komik yang dibuat Dongsun Park mengenai sifat golongan darah A, saya punya sifat seperti itu dengan golongan darah saya ini, mirip sekali terlepas dari mitos atau tidaknya. Saya sangat penuh kekhawatiran, penuh perhitungan, dan sangat memikirkan apa respon orang lain terhadap setiap tindakan dan perkataan saya. Wah, sepertinya perfeksionis dan keren sekali, tapi sisi sifat ini juga memiliki sisi negatif. Akibat sifat ini, ketika masalah itu menjadi majemuk dan menjadi beban pikiran, saya tidak kuat menanggungnya.

Saya menyadari penyakit ini pertama-tama di kelas 11 SMA, di tahun 2010. Saat saya sedang memiliki pikiran yang cukup mengganggu mengenai kegiatan yang saya jalani dalam organisasi, saya juga menghadapi ulangan. Tiba-tiba karena menahan lapar dan beban pikiran itu, ketika ulangan di jam terakhir kelas, tiba-tiba kaki saya semutan. Semutan itu naik ke perut, lalu ke rahang, dan menjalar ke tangan. Seketika saya panik karena tangan saya terbujur kaku dan saya tidak bisa menggerakkan tangan saya. Keram. Mengerikan! Saya takut pada diri saya sendiri. Saya pikir, itulah akhir hidup saya.

Sebelum saya melanjutkan mengenai penyakit ini, saya akan menceritakan penyakit kedua saya. Cerita lain berlanjut di pertengahan tahun 2012 ketika fisik saya lelah secara mendadak ketika saya bolak-balik Jakarta-Bandung dalam 2 hari. Tiba-tiba dari balik telinga saya ada satu urat yang sakit menarik leher saya. Saya tidur sebentar dari sore ke malam dan tidak sembuh dan ini sangat mengagganggu aktivitas belajar saya mengingat laporan laboratorium yang harus saya selesaikan dalam satu minggu. Saya akhirnya memutuskan beristirahat dan hendak menggosok gigi saat menyadari bahwa ketika berkumur, mulut saya tak bisa menampung air dan segera tumpah ketika berkumur (saya tidak bisa menahan air itu di mulut saya, seolah otot pipi menjadi lemas). Ketika bangun keesokan paginya, saya sadar bahwa mata kanan saya tak bisa tertutup. Mata kiri bisa tertutup, kedua mata secara bersamaan bisa tertutup, tapi otak saya tidak bisa memerintahkan mata kanan saya saja untuk tertutup. Lagipula, ketika tersenyum, bibir saya tidak sama kiri dan kanan.

Sepulang kuliah saya pergi ke dokter dan saya bingung harus kemana. Akhirnya mengingat kejadian di kelas 11 SMA, saya memutuskan pergi ke dokter saraf karena sejarah penyakit saraf saya yang buruk.

Nama penyakit yang menyerang wajah saya adalah Bell’s Palsy. Penyakit ini menyerang saraf otak ketujuh yaitu saraf fasial (saraf wajah). Penyebabnya karena terlalu lelah, bisa terkena AC di salah satu sisi wajah setiap saat atau masuk angin saat mengendarai motor. Dalam kasus saya, kondisi badan saya yang tidak fit dan masuk angin menyebabkan hal ini.

Namun penyakit yang menyerang saya di kelas 11 adalah penyakit yang berbeda, walau menyerang saraf otot juga. Itu adalah spasmofilia (kekejangan otot) yang disebabkan karena stress dan tidak bisa meluapkannya. Banyak orang bingung ketika terserang penyakit ini karena saya dan mama saya mengalaminya. Gejalanya berbeda-beda setiap orang misalnya:

  • pusing seperti tekanan darah rendah (jika stadium sudah tinggi, seseorang bisa pingsan mendadak)
  • Semutan dan keram (yang saya alami di kelas 11 saat ulangan)
  •  detak jantung terasa melambat (banyak orang menyangka penyakit jantung dan saat memeriksakannya ke dokter jantung, dokter merasa jantung kita sehat)
  • tenggorokan tercekat tanpa sebab (kelenjar paratiroid sang penghasil kalsium darah), atau
  • depresi (disebabkan karena seluruh Kalium dan Kalsium penggerak tubuh kita tersedot dalam emosi kita)

Penyakit ini akan mengambil kalium dan kalsium otot dan menyebabkan kekejangan dalam otot. Minuman ion serta pisang bisa menjaga supaya kalium dan kalsium dalam otot tetap terjaga. Saya menyarankan susu dan pisang sebagai suplemen pengatur kalsium dan kalium, bila perlu vitamin. Saya bagikan ini supaya teman-teman tahu ketika mengalami penyakit yang serupa dan dapa mengatasinya sendiri. Tak banyak dokter yang tahu penyakit ini tapi menjadi salah satu referensi ketika teman-teman memiliki kenalan orang yang mengalami gejala yang sama tetapi belum tahu penyebabnya.

Saya ingin menceritakan bahwa dalam proses pengobatan penyakit saraf ini tidak mudah. Saya akan membagikan pada teman-teman tiga langkah pengobatannya, yang juga mengobati ayah saya dalam kankernya:

1. Bahwa yang pertama-tama harus kita sembuhkan adalah pola pikir. Tidak salah memikirkan segala sesuatu di sekitar kita tapi kita harus mencoba untuk sejenak refreshing dan tidak terlalu serius. Tubuh kita perlu beristirahat cukup dan kendatipun kita ingin melakukan banyak hal, selalu ingat tubuh kita punya batas. Saya sebagai orang yang memiliki golongan darah A seperti komik karangan Dongsun Park, tidak bisa selamanya menyenangkan semua orang tapi kita sendiri menderita. Biar bagaimanapun kalau kita sudah sakit, pekerjaan tidak akan menanti kita, orang di luar sana juga tidak peduli pada kita. Jadi lakukanlah apa yang mampu kita lakukan, jangan malas tapi juga jangan berlebihan.

2. Tubuh kita selalu perlu input yang positif. Berdoa. Dalam kondisi sakit, kita akan semakin mendekat pada Sang Pencipta. Terapis saya selalu mengingatkan bahwa segala penyakit disebabkan karena ketidaknyamanan di dalam tubuh kita. Kita harus berani menguatkan tubuh kita sendiri dan ketika wajah saya mati sebelah, terapis saya mengajak saya untuk memijat bagian saraf yang mati dan berkata ‘Ayo kamu sembuh, kamu bisa bergerak lagi’ dan itulah yang saya lalui selama empat bulan selain latihan rahang dan terapi. Terapis saya mengingatkan bahwa tubuh kita 80% dipenuhi oleh air, ajaklah mereka berbicara dengan kata-kata positif maka gelombang di dalam air dan darah kita akan menghantarkan molekul yang terbaik ke dalam tubuh dan sel-sel kita (baca Messages from Water, Prof. Emoto).

3. Berdamai dengan diri sendiri. Tidak ada kesembuhan tanpa adanya perubahan pola hidup yang baik dalam diri kita. Saya menerapkan apa yang saya pelajari pada poin 1 dan 2 ketika saya sembuh selama empat bulan. Mulanya dari lidah kiri dan kanan yang memiliki rasa berbeda ketika mengecap, lalu mata, lalu terakhir rahang saya dan wajah saya pulih perlahan-lahan. Cakrawala pikiran saya terbuka, bukan realitas hidup yang pahit yang saya hadapi, tapi saya yang semakin dewasa. Saya melihat sisi positif dari kejadian yang tidak enak. Saya menjadi seorang agen perubahan yang mengantarkan pesan ini. Selalu ada masa-masa kelam dalam hidup kita tetapi percayalah ketika kita mau belajar dari masa lalu, itu adalah investasi bagi masa depan kita. ‘Changes bring us Balance’ (Avatar: Legend of Korra).

Dan inilah gambar mengenai apa yang bisa kami bagikan selama masa penyembuhan kami. Salah satu hal yang juga dibagikan ayah saya.

sumber : glowforindonesia.org
sumber : glowforindonesia.org

Andrean Christiadi Wijaya

Ig @andreandang

Skip to toolbar