Tags Posts tagged with "ASEAN Literary Festival"

ASEAN Literary Festival

Sumber: Dok. Inspirator Freak

Sejak novel pertamanya, Entrok, terbit, Okky Madasari konsisten mengangkat isu sosial dalam novel-novel berikutnya. Tak terkecuali novel terbarunya, Kerumunan Terakhir, yang diluncurkan diantara serangkaian program Asean Literary Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Melalui acara peluncuran tersebut, Nirwan Dewanto, penyair, kurator dan kritikus budaya, hadir memberikan pengantar dan pemaknaan terhadap novel Kerumunan Terakhir. Menurutnya, peluncuran novel ini menambah satu pulau kecil tulisan ke lautan kelisanan Indonesia yang maha luas. Khususnya, bagi bangsa yang tingkat melek bukunya berada di tingkat 50 atas Negara-negara lain. Terbitnya sebuah buku menjadi obat penawar yang ditunggu-tunggu.

“Judul kerumunan terakhir jelas menyuratkan bahwa novel ini bersuara lantang ditengah banyak kecenderungan masyarakat kita untuk berkerumun. Berkerumun dibawah bendera kuat suku, golongan, kedaerahan, partai, bangsa, aliran dan agama”, ujar Nirwan.

IMG_0252 copy
Sumber: Dok. Inspirator Freak

Nirwan melanjutkan bahwa novel ini dengan lantang menyuarakan perubahan sosial di mana anak-anak manusia harus berhadapan dengan transisi dari modus komunikasi satu dengan yang lainnya.

Sementara itu sang penulis, Okky Madasari, mengungkapkan alasan menulis novel yang mengangkat perubahan sosial masyarakat karena teknologi. Pemilihan kata “kerumunan” merupakan ungkapan Okky dalam merumuskan media sosial merupakan bentuk kerumunan yang jika dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan kekuatan bersama yang baik pula. Sebagaimana dikutip oleh Antara (8/5) novel “Kerumunan Terakhir” menjadi novel Indonesia pertama yang membahas serius tentang teknologi dan media secara mendalam dari sisi kemanusiaannya.

“Saya menuliskan sebuah kehidupan dunia baru, dunia internet, facebook dan twitter. Saya bercerita melalui sudut pandang orang ingin bercerita, dimana ia melihat dunia internet. Saya pikir tema ini masih luput dari perbincangan sastra kita. Padahal tekhnologi ini adalah sebuah revolusi yang mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat kita.“ ungkap Co-Founder & Director Program Asean Literary Festival ini.

Kerumunan Terakhir mengisahkan seorang lelaki bernama Jayanegara yang melarikan diri dari nilai-nilai yang membesarkan ayahnya, seorang ilmuwan politik. Ia melarikan diri ke dunia baru, dunia maya. Mengganti identitasnya yang lama dan berusaha menggusur otoritas ayahnya di dunia nyata dengan peralatan di dunia maya.

Inspirator Freak
Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Ifa Ikah

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

Dee Lestari (kanan) dalam acara diskusi di ASEAN Literary Festival, Taman Ismail Marzuki, Jakarta | Sumber: Dok. Pribadi

Menulis itu sebuah seni

Kalimat itulah yang terucap dari seorang penulis bernama Dewi Lestari yang menghasilkan berbagai macam karya-karya yang fenomenal serta mendapat perhatian sekaligus apresiasi dari masyarakat luas seperti Supernova, Filosofi Kopi, Rectoverso, Perahu Kertas, Madre pada saat Inspirator Freak hadir menyimak cerita perempuan yang biasa akrab disapa Dee ini dalam ASEAN Literary Festival di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (5/7/2016).

Dee menuturkan bahwa ketika ia memulai karirnya sebagai penulis, ia menceritakan jalan menuju kesuksesan dalam berkarir tidaklah mudah. Pada awal ia terjun dalam dunia penulisan, karya-karyanya hanya dinikmati oleh teman-teman sekitarnya.

Sebagai seorang penulis, Dee menyarankan bahwa seorang yang ingin bekarya lewat tulisan haruslah memiliki pikiran dan tenaga yang kuat dalam melakukan eksplorasi bahan (riset) untuk membuat suatu karya. Melihat, membaca, mendengar dari berbagai macam referensi baginya menjadi sebuah keharusan agar membuat diri seseorang mampu menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadi pribadi yang fleksibel.

Melihat sesuatu dari kulitnya saja bukanlah langkah yang cukup bagi seorang penulis, menurutnya seorang penulis atau seniman lain senantiasa harus terus tergerak memperdalam sesuatu, selalu berani mempertanyakan setiap hal.

Sumber: dewilestari.com
Sumber: dewilestari.com

Dee juga mengakui bahwa dirinya kerap mendapat cibiran dari berbagai pihak bahkan hingga kini pun cibiran itu masih menerpanya ketika karya-karyanya dipublikasikan.

Namun bagi Dee cibiran merupakan sebuah fenomena tersendiri yang dianggap lumrah. Cibiran dan pujian dianggap sebagai Yin & Yang yang saling melengkapi dan membentuk keseimbangan.

Memuaskan harapan semua orang baginya merupakan sebuah jalan untuk menciptakan rasa ketidakbahagiaan bagi diri sendiri, terkadang seorang seniman juga harus bersikap egois tidak menuruti semua yang diinginkan orang lain.

“Seorang penulis akan menghadapi godaan seperti itu, apalagi ketika kita telah memiliki basis atau komunitas pembaca (penggemar) karya-karya kita, ‘oh banyak review yang bagus’ atau ‘ah saya ingin membahagiakan penggemar saya’, ujarnya.

Berkarya bagi Dee harus dilakukan berdasarkan gerak hati diri sendiri, atas niat diri sendiri bukan menuruti begitu saja apa yang diinginkan orang lain. Justru sikap seperti itu akan menghambat seseorang dalam bekarya.

Inspirator tentunya sepakat jika tulisan Dee selalu cerdas dan menginspirasi. Setiap kata yang dituliskannya mengandung makna. Kunci awal dalam bekarya menurut Dee adalah “kegelisahan”. Melalui kegelisahan seseorang akan tergerak untuk terus mencari kepastian, kejelasan, atau jawaban terhadap kegelisahan yang ada.  Ini terlihat dari nuansa pencarian, kegelisahan, anti kemapanan dan pendobrakan sangat kental terasa di dalam karya-karya Dee Lestari.

Inspirator Freak
Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Dylan Aprialdo Rachman

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

 

 

 

 

 

Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara

Sastra itu dekat sekali dengan kehidupan masyarakat. Ya, memang benar adanya. 12 penulis muda terpilih dari  Negara-negara Asean dan Jepang membuktikannya lewat program residensi Asean Literary Festival 2016. Bagaimana serunya residensi bersama 12 penulis muda Asean di  Kampung Muara? Yuk, simak liputan Inspirator Freak di Kampung Muara, Jakarta Selatan.

  • Diskusi Berbagai Isu
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Diskusi bersama di Rumah Muara

Para peserta menjalani sejumlah program, antara lain pemaparan akan negara asal masing-masing, berbagi ilmu dan pengetahuan khususnya dalam hal menulis karya sastra, pertukaran seni budaya, serta keahlian lainnya. Selain itu peserta residensi berdiskusi mengenai berbagai isu seperti feminisme, LGBT, dan isu hangat lainnya.

  • Bermain Dan Belajar Bersama Anak-Anak Kampung Muara
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Membuat Origami dipandu Akina Shu, peserta dari Jepang

Tidak cuma sharing dan diskusi, peserta residensi juga mengajak anak-anak kampung muara bermain dan belajar bersama mereka. Mulai dari membuat origami, menggambar manga, maupun belajar bahasa Negara peserta residensi.

  • Panggung Kampung Malam

Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara

Panggung kampung malam adalah salah satu yang paling ditunggu warga Kampung Muara, khususnya anak-anak. Di panggung kampung, ada pementasan kesenian seperti marawis, membaca puisi, menari dan dongeng dari peserta residensi, bermain permainan tradisional dan beberapa keseruan lainnya.

  • Roadshow
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Roadshow ke beberapa tempat (Foto: Christian Senda)

Ke-12 penulis muda Asean mengikuti serangkaian roadshow ke Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka (Uhamka), Universitas Indonesia, Sekolah Dasar (SD) di Kampung Muara dan Bens Radio.

Ridhwan Saidi, peserta residensi dari Malaysia mengungkapkan kegembiraanya ikut serta dalam Program Asean-Japan Residency. Menurutnya, program residensi dapat mengakrabkan hubungan antar negara-negara Asean.

“Indonesia menjadi titik awal saya untuk lebih mengenal dan dekat dengan negara-negara Asean lainnya. Saya pun mengenal teman-teman peserta sehingga itu memudahkan saya ketika pergi ke negaranya.” Tambah penulis dari tujuh buku ini.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Ifa Ikah

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

Program Residensi ASEAN Literary Festival 2016
Walikota setempat, Okky Madasari, Abdul Khalik, perwakilan dari Japan Foundation, Mary Farrow, dan peserta penulis terpilih program Residensi ALF foto bersama. (foto: Ifa)

ASEAN Literary Festival (ALF) untuk ketiga kalinya digelar di Jakarta, mulai 5 Mei hingga 8 Mei 2016. Dengan mengusung tema “The Story of Now”, untuk kali pertamanya, festival ini akan diawali dengan program residensi yang melibatkan 12 penulis dari negara ASEAN dan negara sahabat, Timor Leste, dan Jepang.

Program residensi pertama ALF 2016 yang berlangsung mulai dari tanggal 29 April hingga 4 Mei 2016, resmi dibuka hari Jumat (29/04/2016) di Kampung Muara, Jakarta, yang sekaligus menjadi tempat berlangsungnya program residensi bagi penulis terpilih. Acara tersebut juga dihadiri oleh Walikota setempat dan para penulis terpilih, yaitu Sebastian Partogi, Muhammad Rio Johan, Pringadi Abdi Surya, Guntur Alam, Christanto Senda (Indonesia), Heng Oudom (Kamboja), Quratul-Ain Bandial (Brunei Darussalam), Stephanie Ye (Singapura), Ha Trang Van (Vietnam), Ridhwan Saidi (Malaysia), Kristian Sendon Cordero (Filipina), dan Zelia Vital (Timor Leste), serta Akina Shu (Jepang). Dalam acara pembukaan tersebut, para penulis diberi kesempatan untuk membacakan karya mereka.

“Awalnya saya nggak percaya bisa terpilih, saya senang karena buat saya ini kesempatan juga untuk menambah pengalaman dan pergi ke tempat berbeda untuk mengasah ide,” ujar Sebastian Partogi, salah satu peserta program residensi terpilih yang ditemui tim Inspirator Freak.

Sebastian juga menambahkan bahwa ajang ini bagus untuk para peserta karena bisa menjadi wadah mereka untuk saling mengobrol tentang banyak hal, bertemu dengan banyak orang, mendapatkan perspektif baru dari masing-masing peserta, dan dapat mengunjungi tempat tidak terduga di Jakarta. Sebagai penulis jika ide sedang surut, program seperti ASEAN-Japan Residency yang dibutuhkan oleh mereka.

Para penulis terpilih akan menjalani program selama masa residensi, di antaranya pemaparan dari negara asal masing-masing, berbagi ilmu dan pengetahuan khususnya dalam hal menulis karya sastra, pertukaran seni budaya, dan keahlian lainnya yang terkait dengan teknologi. Program residensi juga mengajak para peserta untuk peduli pada lingkungan, khususnya di sekitar kampung, serta terlibat dalam aksi bersih Kali Ciliwung. Peserta juga diajak untuk mengenal tempat wisata dan sejarah menarik kota Jakarta.

“Tetap menjaring penulis-penulis pemula dari seluruh Indonesia dan Asia Tenggara, serta publikasi media sosial bisa meningkatkan kesadaran orang tentang sastra, karena dengan adanya acara ini menjadi penguatan bahwa sebagai pemula kita juga bisa mengeksplorasi dan kita juga mengajak orang untuk lebih minat membaca,” ungkapnya.

 

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis: Siti Ayu Handayani

Editor  : Siti Ayu Handayani

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

12 penulis asean dan jepang residensi

Masalah politik dan perbatasan kerap menjadi ancaman konflik antar negara yang terbuka lebar. Oleh karenanya, interaksi dan pemahaman lewat dialog, dan saling mengenal satu sama lain kemudian menjadi sangat penting dan dibutuhkan.

Beranjak dari pandangan tersebut serta keinginan untuk menjalin hubungan baik antar penulis di ASEAN dan negara sahabat, ASEAN Literary Festival (ALF)  2016 memulai program baru bertajuk ASEAN-Japan Residency Program. Program residensi yang didukung penuh oleh Japan Foundation  ini melibatkan 12 penulis terpilih yang nantinya akan tinggal bersama selama satu minggu, dan dilanjutkan dengan keikutsertaan aktif selama  festival berlangsung.

“Residensi dirancang dalam bentuk tinggal bersama masyarakat di sebuah kampung di Jakarta untuk memberi kesempatan pada penulis mengenal dan mengalami langsung kehidupan masyarakat ASEAN,” ujar Okky Madasari, Direktur Program ALF 2016, Jumat (22/04/2016), di Jakarta.

12 penulis asean dan jepang residensi
Okky Madasari, Direktur Program ALF 2016 (foto: ifa)

Di samping itu, Okky berharap proses interaksi dan saling mengenal satu sama lain ini akan menjadi inspirasi buat penulis sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang merefleksikan masalah yang ada di masyakarat dalam semangat kemanusiaan.

Setelah melalui proses seleksi yang berlangsung selama satu bulan, 12 penulis terpilih tersebut yakni  Sebastian Partogi, Muhammad Rio Johan, Pringadi Abdi Surya, Guntur Alam, Christanto Senda (Indonesia), Heng Oudom (Kamboja), Quratul-Ain Bandial (Brunei Darusalam), Stephanie Ye (Singapura), Ha Trang Van (Vietnam), Ridhwan Saidi (Malaysia), Kristian Sendon Cordero (Filipina), dan Zelia Vital (Timor Leste),  serta Akina Shu (Jepang).

Selama masa residensi, para peserta akan menjalani sejumlah program, antara lain pemaparan akan  negara asal masing-masing, berbagi ilmu dan pengetahuan khususnya dalam hal menulis karya sastra, pertukaran seni budaya, serta keahlian lainnya yang berkaitan dengan teknologi. Selain itu, program residensi juga mengajak peserta untuk peduli dengan lingkungan sekitar khususnya area Kampung, serta terlibat dalam aksi bersih Kali Ciliwung. Di luar itu, peserta juga akan dibawa serta mengenal beberapa tempat wisata dan memiliki sejarah menarik yang ada di kota Jakarta.

Program Residensi pertama ini diharapkan dapat menjadi program percontohan yang nantinya akan terus berkelanjutan, dan kemungkinan untuk digelar di negara lain di masa yang akan datang.

Program residensi pertama ALF 2016 ini akan berlangsung di Kampung Muara, Jakarta mulai dari tanggal 29 April hingga 4 Mei 2016, diikuti kemudian dengan gelaran ASEAN Literary Festival di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 5 hingga 8 Mei 2016.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai ASEAN Literary Festival dan program residensi bisa mengunjungi website resmi di www.aseanliteraryfestival.com.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Inspirator Freak

sastra, sastra masuk kampung

Sastra milik semua orang. Bukan hanya milik orang-orang yang berada di pusat-pusat kebudayaan, intelektual-intelektual, maupun orang-orang terpelajar. Kesadaran inilah yang kemudian menginisiasikan Okky Maddasari, Sastrawan dan pendiri Rumah Muara, membuat gerakan Sastra Masuk Kampung.

Sastra Masuk Kampung, sebagai salah satu kegiatan dari Rumah Muara dan Asean Literary Festival, merupakan sebuah gerakan yang mengajak masyarakat untuk lebih mengenal dan dekat dengan sastra melalui membaca puisi, diskusi, serta interaksi.

“Seharusnya kita membawa sastra itu semakin dikenal pada banyak orang, bukan hanya kelompok kecil yang itu-itu saja. Contoh kecilnya kita lihat masyarakat disekitar kita, tetangga kita, apakah mereka tahu apa itu sastra? Apakah mereka membaca sastra? Tentu tidak banyak yang mengenal sastra. Maka dari itu, Rumah Muara bersama Asean Literary Festival berpikir perlu adanya upaya untuk mendekatkan sastra pada masyarakat luas dan melakukan kegiatan bersama mereka.” tutur Okky Maddasari kepada Inspirator Freak.

Okky percaya bahwa dalam pendidikan, seni dan sastra merupakan sarana paling ampuh dalam  membentuk karakter manusia. Meski  sederhana, misalnya melalui puisi, sastra bisa mempengaruhi jiwa dan pemikiran  orang. Oleh karena itu, Rumah Muara sebagai wadah yang mempertemukan berbagai kreativitas dan ide memiliki tujuan besar untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan kepedulian semua orang pada ketidakadilan disekitarnya melalui Sastra Masuk Kampung.

“Saya sangat terinpirasi dengan Wiji Thukul, semasa hidupnya dia suka sekali membacakan puisi ditengah kampung. Mungkin dia satu-satunya sastrawan yang melakukan hal itu, makanya saya ingin melestarikan dan melanjutkan hal itu melalui Sastra Masuk Kampung. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan sebuah langkah untuk teman-teman mahasiswa, kawan-kawan yang bergiat diluar sana, untuk juga melakukan sesuatu bersama masyarakat.” ungkap peraih Khatulistiwa Literary Award ini.

sastra, sastra masuk kampung
Membaca puisi, diskusi dan interaksi Sastra Masuk Kampung (Foto:Ifa)
sastra, sastra masuk kampung
Sastra Masuk Kampung edisi januari dan februari (foto: Ifa)

Sastra Masuk Kampung memang menarik bagi masyarakat Kampung Muara, Jakarta Selatan. Tak hanya anak mudanya, tetapi anak-anak dan ibu-ibu rumah tangganya pun datang untuk mengenal dan belajar mendeklamasikan puisi. Tak hanya itu, ada musikalisasi puisi keren juga dari Komunitas Ranggon Sastra. Acara ini di gelar setiap akhir bulan di Rumah Muara, jadi Inspirator juga bisa menjadi bagian keseruan Sastra Masuk Kampung.

Nah, Inspirator yang penasaran bagaimana keseruan Sastra Masuk Kampung, yuk lihat videonya

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis: Ifa Ikah

Editor: Kintan Lestari

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

ASEAN Literary Festival

Berangkat dari sebuah kesadaran akan kurangnya pengetahuan terhadap sastra dan sastrawan dikawasan ASEAN, Rumah Muara bersama Muara Foundation menggagas ASEAN Literary Festival. Festival sastra tahunan itu mempertemukan para sastrawan tak hanya dari kawasan ASEAN tetapi juga dari berbagai negara seperti Australia, China, Jepang, Eropa dan Amerika.

Sumber: aseanliteraryfestival.com

“meski berada dikawasan ASEAN, kita tidak saling mengenal sastrawan di ASEAN. Padahal disaat yang sama kita lebih mengenal sastrawan Amerika, Prancis, Inggris dan Rusia. Itu sebuah ironi apalagi tahun ini kita menjadi satu komunitas dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).” tutur Okky Maddasari, salah satu pendiri ASEAN Literary Festival.

Memasuki tahun ketiga sejak berdiri pada 2014, ASEAN Literary Festival (ALF) akan kembali digelar di Jakarta pada 5-8 Mei 2016. Mengusung tema “The Story of Now”, ALF 2016 akan mengangkat isu-isu kekinian mulai dari ekstrimisme, lingkungan, hingga kebebasan berekspresi, dan kaitannya dengan karya sastra serta bagaimana sastrawan, seniman, para intelektual bisa mengambil peran dalam perkembangan terkini yang terjadi di tingkat regional maupun internasional.

Okky Maddasari dan Abdul Khalik, pendiri Asean Literary Festival (Sumber: aseanliteraryfestival.com)
Okky Maddasari dan Abdul Khalik, pendiri ASEAN Literary Festival (Sumber: aseanliteraryfestival.com)

Festival akan berlangsung selama empat hari dengan diawali program residensi bagi penulis dari negara-negara ASEAN, Timor Leste, dan Jepang selama sepuluh hari di sebuah kampung di Jakarta Selatan dari tanggal 29 April 2016. Dengan dukungan penuh dari Japan Foundation, program residensi yang juga akan menjadi kegiatan tahunan ini bertujuan untuk merekatkan hubungan dan membuka pertukaran ide dan pengetahuan antar penulis di negara-negara ASEAN dan negara sahabat.

Program residensi yang dirancang dalam bentuk tinggal bersama masyarakat di Kampung Muara di Jakarta sekaligus ingin memberikan kesempatan kepada penulis untuk melihat dan mengalami langsung kehidupan masyarakat di salah satu negara ASEAN.

ASEAN Literary Festival percaya dengan berinteraksi langsung bersama masyarakat, penulis bisa menghasilkan karya-karya yang relevan dengan masalah yang ada dalam masyarakat kita dalam semangat kemanusiaan,” kata Direktur ASEAN Literary Festival, Abdul Khalik.

Dalam residensi ini, peserta akan mengasah kemampuan menulis melalui diskusi, workshop, dan interaksi bersama warga masyarakat. Selain itu juga ada program mengenal Jakarta, mengunjungi sekolah-sekolah negeri di Jakarta, dan berbagai kegiatan lain terkait pertukaran kebudayaan.

Kampung Muara merupakan salah satu kampung di Jakarta Selatan yang masih asri dengan penduduk mayoritas Betawi dan terletak di pinggir Sungai Ciliwung. Program ini juga ingin mendekatkan penulis dan masyarakat pada lingkungan dan menghadirkan kesadaran untuk melestarikan lingkungan baik melalui karya maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Program residensi ASEAN Literary Festival ini terbuka untuk penulis dari sepuluh negara ASEAN, Timor Leste, dan Jepang, yang berusia dari 18-40 tahun. Untuk melamar program ini, calon peserta hanya cukup mengirimkan karya baik yang sudah dipublikasikan ataupun yang belum dipublikasikan ke sekretariat ASEAN Literary Festival.

Untuk info lebih lanjut kunjungi www.aseanliteraryfestival.com atau hubungi Ikhsan (081909462037).

Salam literasi!

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Ifa Ikah

Editor   : Nindya Kharisma Cahyaningtyas

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

Instagram : @inspiratorfreak

web : www.inspiratorfreak.com

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)