Tags Posts tagged with "Sastra"

Sastra

Sumber: Dok. Inspirator Freak

Sejak novel pertamanya, Entrok, terbit, Okky Madasari konsisten mengangkat isu sosial dalam novel-novel berikutnya. Tak terkecuali novel terbarunya, Kerumunan Terakhir, yang diluncurkan diantara serangkaian program Asean Literary Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Melalui acara peluncuran tersebut, Nirwan Dewanto, penyair, kurator dan kritikus budaya, hadir memberikan pengantar dan pemaknaan terhadap novel Kerumunan Terakhir. Menurutnya, peluncuran novel ini menambah satu pulau kecil tulisan ke lautan kelisanan Indonesia yang maha luas. Khususnya, bagi bangsa yang tingkat melek bukunya berada di tingkat 50 atas Negara-negara lain. Terbitnya sebuah buku menjadi obat penawar yang ditunggu-tunggu.

“Judul kerumunan terakhir jelas menyuratkan bahwa novel ini bersuara lantang ditengah banyak kecenderungan masyarakat kita untuk berkerumun. Berkerumun dibawah bendera kuat suku, golongan, kedaerahan, partai, bangsa, aliran dan agama”, ujar Nirwan.

IMG_0252 copy
Sumber: Dok. Inspirator Freak

Nirwan melanjutkan bahwa novel ini dengan lantang menyuarakan perubahan sosial di mana anak-anak manusia harus berhadapan dengan transisi dari modus komunikasi satu dengan yang lainnya.

Sementara itu sang penulis, Okky Madasari, mengungkapkan alasan menulis novel yang mengangkat perubahan sosial masyarakat karena teknologi. Pemilihan kata “kerumunan” merupakan ungkapan Okky dalam merumuskan media sosial merupakan bentuk kerumunan yang jika dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan kekuatan bersama yang baik pula. Sebagaimana dikutip oleh Antara (8/5) novel “Kerumunan Terakhir” menjadi novel Indonesia pertama yang membahas serius tentang teknologi dan media secara mendalam dari sisi kemanusiaannya.

“Saya menuliskan sebuah kehidupan dunia baru, dunia internet, facebook dan twitter. Saya bercerita melalui sudut pandang orang ingin bercerita, dimana ia melihat dunia internet. Saya pikir tema ini masih luput dari perbincangan sastra kita. Padahal tekhnologi ini adalah sebuah revolusi yang mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat kita.“ ungkap Co-Founder & Director Program Asean Literary Festival ini.

Kerumunan Terakhir mengisahkan seorang lelaki bernama Jayanegara yang melarikan diri dari nilai-nilai yang membesarkan ayahnya, seorang ilmuwan politik. Ia melarikan diri ke dunia baru, dunia maya. Mengganti identitasnya yang lama dan berusaha menggusur otoritas ayahnya di dunia nyata dengan peralatan di dunia maya.

Inspirator Freak
Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Ifa Ikah

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

Dee Lestari (kanan) dalam acara diskusi di ASEAN Literary Festival, Taman Ismail Marzuki, Jakarta | Sumber: Dok. Pribadi

Menulis itu sebuah seni

Kalimat itulah yang terucap dari seorang penulis bernama Dewi Lestari yang menghasilkan berbagai macam karya-karya yang fenomenal serta mendapat perhatian sekaligus apresiasi dari masyarakat luas seperti Supernova, Filosofi Kopi, Rectoverso, Perahu Kertas, Madre pada saat Inspirator Freak hadir menyimak cerita perempuan yang biasa akrab disapa Dee ini dalam ASEAN Literary Festival di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (5/7/2016).

Dee menuturkan bahwa ketika ia memulai karirnya sebagai penulis, ia menceritakan jalan menuju kesuksesan dalam berkarir tidaklah mudah. Pada awal ia terjun dalam dunia penulisan, karya-karyanya hanya dinikmati oleh teman-teman sekitarnya.

Sebagai seorang penulis, Dee menyarankan bahwa seorang yang ingin bekarya lewat tulisan haruslah memiliki pikiran dan tenaga yang kuat dalam melakukan eksplorasi bahan (riset) untuk membuat suatu karya. Melihat, membaca, mendengar dari berbagai macam referensi baginya menjadi sebuah keharusan agar membuat diri seseorang mampu menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadi pribadi yang fleksibel.

Melihat sesuatu dari kulitnya saja bukanlah langkah yang cukup bagi seorang penulis, menurutnya seorang penulis atau seniman lain senantiasa harus terus tergerak memperdalam sesuatu, selalu berani mempertanyakan setiap hal.

Sumber: dewilestari.com
Sumber: dewilestari.com

Dee juga mengakui bahwa dirinya kerap mendapat cibiran dari berbagai pihak bahkan hingga kini pun cibiran itu masih menerpanya ketika karya-karyanya dipublikasikan.

Namun bagi Dee cibiran merupakan sebuah fenomena tersendiri yang dianggap lumrah. Cibiran dan pujian dianggap sebagai Yin & Yang yang saling melengkapi dan membentuk keseimbangan.

Memuaskan harapan semua orang baginya merupakan sebuah jalan untuk menciptakan rasa ketidakbahagiaan bagi diri sendiri, terkadang seorang seniman juga harus bersikap egois tidak menuruti semua yang diinginkan orang lain.

“Seorang penulis akan menghadapi godaan seperti itu, apalagi ketika kita telah memiliki basis atau komunitas pembaca (penggemar) karya-karya kita, ‘oh banyak review yang bagus’ atau ‘ah saya ingin membahagiakan penggemar saya’, ujarnya.

Berkarya bagi Dee harus dilakukan berdasarkan gerak hati diri sendiri, atas niat diri sendiri bukan menuruti begitu saja apa yang diinginkan orang lain. Justru sikap seperti itu akan menghambat seseorang dalam bekarya.

Inspirator tentunya sepakat jika tulisan Dee selalu cerdas dan menginspirasi. Setiap kata yang dituliskannya mengandung makna. Kunci awal dalam bekarya menurut Dee adalah “kegelisahan”. Melalui kegelisahan seseorang akan tergerak untuk terus mencari kepastian, kejelasan, atau jawaban terhadap kegelisahan yang ada.  Ini terlihat dari nuansa pencarian, kegelisahan, anti kemapanan dan pendobrakan sangat kental terasa di dalam karya-karya Dee Lestari.

Inspirator Freak
Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Dylan Aprialdo Rachman

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

 

 

 

 

 

Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara

Sastra itu dekat sekali dengan kehidupan masyarakat. Ya, memang benar adanya. 12 penulis muda terpilih dari  Negara-negara Asean dan Jepang membuktikannya lewat program residensi Asean Literary Festival 2016. Bagaimana serunya residensi bersama 12 penulis muda Asean di  Kampung Muara? Yuk, simak liputan Inspirator Freak di Kampung Muara, Jakarta Selatan.

  • Diskusi Berbagai Isu
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Diskusi bersama di Rumah Muara

Para peserta menjalani sejumlah program, antara lain pemaparan akan negara asal masing-masing, berbagi ilmu dan pengetahuan khususnya dalam hal menulis karya sastra, pertukaran seni budaya, serta keahlian lainnya. Selain itu peserta residensi berdiskusi mengenai berbagai isu seperti feminisme, LGBT, dan isu hangat lainnya.

  • Bermain Dan Belajar Bersama Anak-Anak Kampung Muara
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Membuat Origami dipandu Akina Shu, peserta dari Jepang

Tidak cuma sharing dan diskusi, peserta residensi juga mengajak anak-anak kampung muara bermain dan belajar bersama mereka. Mulai dari membuat origami, menggambar manga, maupun belajar bahasa Negara peserta residensi.

  • Panggung Kampung Malam

Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara

Panggung kampung malam adalah salah satu yang paling ditunggu warga Kampung Muara, khususnya anak-anak. Di panggung kampung, ada pementasan kesenian seperti marawis, membaca puisi, menari dan dongeng dari peserta residensi, bermain permainan tradisional dan beberapa keseruan lainnya.

  • Roadshow
Serunya Residensi Bersama 12 Penulis Muda Asean di Kampung Muara
Roadshow ke beberapa tempat (Foto: Christian Senda)

Ke-12 penulis muda Asean mengikuti serangkaian roadshow ke Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka (Uhamka), Universitas Indonesia, Sekolah Dasar (SD) di Kampung Muara dan Bens Radio.

Ridhwan Saidi, peserta residensi dari Malaysia mengungkapkan kegembiraanya ikut serta dalam Program Asean-Japan Residency. Menurutnya, program residensi dapat mengakrabkan hubungan antar negara-negara Asean.

“Indonesia menjadi titik awal saya untuk lebih mengenal dan dekat dengan negara-negara Asean lainnya. Saya pun mengenal teman-teman peserta sehingga itu memudahkan saya ketika pergi ke negaranya.” Tambah penulis dari tujuh buku ini.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Ifa Ikah

Editor   : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

wiji thukul
Ilustrasi: jangansampailupa.com

“suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

disana bersemayam kemerdekaan

apabila engkau memaksa diam

aku siapkan untukmu:

pemberontakan!”

Wiji Thukul, namanya mungkin tak sebeken beberapa penyair lain di tanah air. Tetapi puisi-puisinya yang berani menantang orde baru masih santer terdengar hingga kini meski sosoknya lenyap bak ditelan bumi.

Mengutip dari Tabloid Tempo, lelaki cadel itu, Ia tak pernah bisa melafalkan huruf ”r” dengan sempurna, dianggap membahayakan Orde Baru. Ia ”cacat” wicara, tapi Ia dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Tapi, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut.

Teater Jagat (Jejibahan Agawe Genepe Akal Tumindak) boleh dibilang sebagai awal proses kesenian dan kepenyairan Thukul. Dia bergabung dengan teater itu pada tahun 1981 saat masih kelas II Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) di Kepatihan, Solo. Awalnya Ia hanya ikut-ikutan. Namun, setahun berselang, Ia berhenti sekolah dan memilih aktif di Jagat. Sejak di teater Jagat itulah Thukul mulai produktif menulis puisi.

Dalam wawancara dengan Radio PTPN Rasitania Surakarta pada tahun 1983, Thukul ketika itu berusia 20 tahun, mengaku menyenangi sajak-sajak Rendra, Emha Ainun Nadjib, Budiman S. Hartoyo, dan Taufiq Ismail. Thukul bahkan menulis sajak religius, ”Lagu Persetubuhan”. Thukul berpendapat sajak harus bertolak dari data. Menurutnya, kebanyakan sajak Indonesia tak bertolak dari pengamatan sosial. Ia pun mengikuti strategi Augusto Boal, seniman Brasil yang menggunakan teater sebagai alat menghancurkan budaya bisu, budaya yang membuat rakyat tak berani berbicara apa adanya.

“jangan kau penjarakan ucapanmu

jika kau menghamba pada ketakutan

kita akan memperpanjang perbudakan”

Lewat puisi ini, Thukul menyuarakan ketidakadilan serta menentang kekuasaan yang mencabut kebebasan manusia, menjadi “budak” yang digerakkan. Puisi-puisinya yang berani inilah yang kemudian membuat sang penyair diburu rezim orde baru. Thukul melarikan diri dan bersembunyi sembari terus menulis puisi sampai akhirnya menghilang. Meski hingga kini lenyapnya sang penyair masih menjadi misteri, puisi-puisinya menjadi suara sang penyair yang tak bisa dibungkam.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Inspirator Freak

Penulis : Ifa Ikah

Editor : Nindya Kharisma Cahyaningtyas

Inspirator Freak

Twitter : @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

Chairil Anwar: Penyair Legendaris Indonesia

Ada apa sih di tanggal 28 April? Hanya seperti hari biasa dari sekian banyak hari dalam satu tahun. Eits, ternyata hari ini merupakan perayaan besar bagi dunia kesusastraan Indonesia loh Inspirator. Yaitu hari puisi nasional. Dibalik hari yang bersejarah ini, ternyata tidak lepas dari peran pemuda Indonesia yang penuh kegigihan dalam berkarya yaitu Chairil Anwar.

Pada tanggal 22 Juli 2012, kurang lebih 40 penyair berkumpul bersama di Pekanbaru, Riau dan memutuskan untuk menjadikan tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional. Tanggal tersebut bukan dipilih tanpa alasan, tetapi mengacu kepada peran dan kontribusi luar biasa dari penyair legendaris Indonesia, Chairil Anwar.

Tanggal 28 April yang dianggap tidak berkesan bagi sebagian masyarakat tersebut ternyata adalah tanggal wafatnya seorang penyair terkenal dari Indonesia, Chairil Anwar. Chairil Anwar meninggal di usia yang terbilang muda yaitu 27 tahun karena penyakit TBC yang dideritanya. Untuk mengenang peran Chairil Anwar yang telah menghasilkan 96 karya dalam dunia kesusastraan inilah yang akhirnya mendorong para sastrawan Indonesia untuk memperingati hari tersebut sebagai hari puisi nasional.

Gak tanggung-tanggung Inspirator, tanggal kelahiran Chairil Anwar pada 26 Juli juga menjadi salah satu hari yang diperingati dikalangan kesusastraan Indonesia, yaitu sebagai hari deklarasi puisi nasional.

Nah Inspirator! Chairil Anwar adalah sosok yang memberikan contoh kepada kita akan semangat berkarya. Meskipun Chairil Anwar telah wafat tetapi karya-karyanya tetap hidup hingga saat ini, seperti salah satu kutipan bait dalam puisinya “Aku ingin hidup seribu tahun lagi.” Ayo kita berikan karya terbaik kita untuk negeri tercinta.

 

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Inspirator Freak

Penulis : Ryan Sucipto

Editor : Nindya Kharisma Cahyaningtyas

Inspirator Freak

Twitter : @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

5 puisi yang mengkritisi isu sosial
Ilustrasi : junantoherdiawan.com

Sastra adalah setiap upaya untuk menggali suara dari nurani melalui bahasa. Kutipan dari sastrawan Okky Madasari ini sangatlah tepat untuk mengartikan puisi sebagai karya sastra. Puisi memang tak sekadar kata-kata puitis tanpa arti tetapi buah pemikiran kritis sang penulis. Nah, Inspirator menjelang hari puisi nasional yang jatuh setiap tanggal 26 April, Inspirator Freak mau berbagi info penting nih mengenai 5 karya puisi yang mengkritisi isu sosial di Indonesia karya penyair yang namanya mendunia:

  1. Aku – Chairil Anwar

“Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang”

Potongan puisi karya sang penyair pelopor angkatan ’45 ini begitu melekat di hati masyarakat. Bahkan puisi “Aku” dipajang di tembok Kota Leiden, Belanda. Puisi AKU ini menggambarkan sebuah perlawanan yang ditulis oleh Chairil Anwar di tahun 1945 melawan pendudukan Jepang dan juga Belanda. Selain puisi AKU, puisi-puisi Chairil lainnya menyangkut banyak hal mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, hingga interpretasi.

  1. Pepatah Buron – Wiji Thukul

“Penindasan adalah guru yang paling jujur

Bagi yang mengalami

Lihatlah tindakan penguasa

Bukan retorika bukan pidatonya”

Ya, dari puisilah Wiji Thukul menyuarakan ketidakadilan yang dilakukan para penguasa. Hanya karena puisi-puisinya yang mengkritisi zaman orde baru, Wiji Thukul menjadi buronan. Bahkan ia disebut-sebut sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta. Namun keberadaannya lenyap seiring runtuhnya orde baru dan tak pernah ditemukan hingga kini. Puisi-puisi Thukul lugas, tegas dan banyak bercerita mengenai kezaliman penguasa orde baru.

  1. Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta – WS Rendra

“Pelacur-pelacur Kota Jakarta

Dari klas tinggi dan klas rendah

Telah diganyang telah diharu biru

Mereka kecut, keder, terhina dan tersipu”

Puisi karya Rendra ini menyindir kebiasaan nakal para oknum pejabat sekaligus mengangkat realita kemiskinan dari sudut pandang yang berbeda, pelacur. Selain mengangkat tema sosial, karya-karya puisi Rendra juga mengangkat tema yang universal.

  1. Salemba – Taufiq Ismail

“Anakmu yang berani

Telah tersungkur ke bumi

Ketika melawan tirani”

Orde lama ke orde baru memakan banyak korban anak-anak bangsa sendiri. Banyak mahasiswa hilang. Banyak dosen dikejar-kejar, demikianlah makna dari penggalan puisi diatas. Puisi-puisi Taufik Ismail lebih dekat kepada persoalan politik dalam negeri, kondisi sosial ekonomi, dan hal-hal kontemporer lainnya. Pada umumnya Taufiq mengarang puisi dalam konteks bernafaskan politik dan agama.

  1. Gersang – Okky Madasari

“Kau hanya belantara gersang

Segalanya telah dibabat orang

Kau tubuh yang tak lagi teduh

Tak lagi ramah menjadi rumah”

Sering bepergian ke beberapa tempat dan bertemu banyak orang serta peristiwa menjadi latar belakang puisi-puisi karya Okky Madasari. Puisi berjudul Gersang salah satunya. Dalam bait-baitnya, sang penulis menyuarakan isu illegal logging di Pontianak, Kalimantan Barat.

Demikianlah puisi, sebagai karya sastra, puisi tak hanya berani menyuarakan berbagai isu sosial tetapi merekam perjalanan sejarah negeri ini.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Inspirator Freak

Penulis : Ifa Ikah

Editor : Nindya Kharisma Cahyaningtyas

Inspirator Freak

Twitter : @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

 

12 penulis asean dan jepang residensi

Masalah politik dan perbatasan kerap menjadi ancaman konflik antar negara yang terbuka lebar. Oleh karenanya, interaksi dan pemahaman lewat dialog, dan saling mengenal satu sama lain kemudian menjadi sangat penting dan dibutuhkan.

Beranjak dari pandangan tersebut serta keinginan untuk menjalin hubungan baik antar penulis di ASEAN dan negara sahabat, ASEAN Literary Festival (ALF)  2016 memulai program baru bertajuk ASEAN-Japan Residency Program. Program residensi yang didukung penuh oleh Japan Foundation  ini melibatkan 12 penulis terpilih yang nantinya akan tinggal bersama selama satu minggu, dan dilanjutkan dengan keikutsertaan aktif selama  festival berlangsung.

“Residensi dirancang dalam bentuk tinggal bersama masyarakat di sebuah kampung di Jakarta untuk memberi kesempatan pada penulis mengenal dan mengalami langsung kehidupan masyarakat ASEAN,” ujar Okky Madasari, Direktur Program ALF 2016, Jumat (22/04/2016), di Jakarta.

12 penulis asean dan jepang residensi
Okky Madasari, Direktur Program ALF 2016 (foto: ifa)

Di samping itu, Okky berharap proses interaksi dan saling mengenal satu sama lain ini akan menjadi inspirasi buat penulis sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang merefleksikan masalah yang ada di masyakarat dalam semangat kemanusiaan.

Setelah melalui proses seleksi yang berlangsung selama satu bulan, 12 penulis terpilih tersebut yakni  Sebastian Partogi, Muhammad Rio Johan, Pringadi Abdi Surya, Guntur Alam, Christanto Senda (Indonesia), Heng Oudom (Kamboja), Quratul-Ain Bandial (Brunei Darusalam), Stephanie Ye (Singapura), Ha Trang Van (Vietnam), Ridhwan Saidi (Malaysia), Kristian Sendon Cordero (Filipina), dan Zelia Vital (Timor Leste),  serta Akina Shu (Jepang).

Selama masa residensi, para peserta akan menjalani sejumlah program, antara lain pemaparan akan  negara asal masing-masing, berbagi ilmu dan pengetahuan khususnya dalam hal menulis karya sastra, pertukaran seni budaya, serta keahlian lainnya yang berkaitan dengan teknologi. Selain itu, program residensi juga mengajak peserta untuk peduli dengan lingkungan sekitar khususnya area Kampung, serta terlibat dalam aksi bersih Kali Ciliwung. Di luar itu, peserta juga akan dibawa serta mengenal beberapa tempat wisata dan memiliki sejarah menarik yang ada di kota Jakarta.

Program Residensi pertama ini diharapkan dapat menjadi program percontohan yang nantinya akan terus berkelanjutan, dan kemungkinan untuk digelar di negara lain di masa yang akan datang.

Program residensi pertama ALF 2016 ini akan berlangsung di Kampung Muara, Jakarta mulai dari tanggal 29 April hingga 4 Mei 2016, diikuti kemudian dengan gelaran ASEAN Literary Festival di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 5 hingga 8 Mei 2016.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai ASEAN Literary Festival dan program residensi bisa mengunjungi website resmi di www.aseanliteraryfestival.com.

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Inspirator Freak

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : www.slideshare.net

Hi, Inspirator! Lazimnya di Indonesia istilah Go International hanya disematkan untuk orang yang bergelut di bidang hiburan saja, seperti penyanyi atau artis. Padahal, di berbagai bidang lain putra-putri Indonesia engga kalah harum namanya di dunia internasional. Contohnya saja sastra. Sastra? Siapa aja tuh? Yuk, lihat!

1.Pramoedya Ananta Toer

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : www.topengkayu.com

Siapa sih yang engga kenal penulis yang satu ini? Karya-karyanya seakan abadi. Tak lekang oleh jaman. Banyak sekali kutipan-kutipan dari bukunya yang terkenal. Dalam dunia Internasional, beliau pernah meraih beberapa penghargaaan, seperti Freedom to Write Award, Ramon Magsaysay Award, UNESCO Madanjeet Sigh Prize, The Fund for Free Expression, Fukuoka Cultural Grand Prize, dan lain sebagainya. Bahkan, ia pernah dinominasikan dalam penghargaan paling bergengsi nobel sastra. Beberapa tulisannya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, diantaranya Spanyol, Belanda, bahkan Rusia. WOW!!!

2.Ahmad Tohari

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : faisalnur.com

Karya yang sangat fenomenal dari Ahmad Tohari seperti tidak asing lagi di telinga para penyuka sastra. Bagaimana tidak, karya triloginya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruh berhasil mencuri perhatian berbagai kalangan. Bahkan, sudah diterbitkan ke beberapa bahasa, seperti Jepang, Inggris, dan lainnya. Engga kalah hebatnya, pada tahun 1995, beliau meraih hadiah sastra ASEAN. Wah!

3.Andrea Hirata

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : www.dw.com

Andrea Hirata, penulis terkenal yang berhasil melahirkan karya yang sangat fenomenal dan sangat berdampak positif bagi pembacanya. Tulisannya yang jujur seakan menggelitik semua pihak pada saat itu. Berkat berbagai karyanya tersebut, Andrea Hirata pada tahun 2013 meraih penghargaan Winner of Buch Awards, Germany dan juga ia berhasil mendapatkan juara pada New York Book Festival. Belum lama ini pada tahun 2015, ia berhasil meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Warwick, Inggris!

4.Kuntowijoyo

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : www.eksposisia.com

Seorang sastrawan kelahiran Yogyakarta ini telah mendulang beberapa penghargaan di bidang sastra. Salah satunya ASEAN Award on Culture and Information pada tahun 1997 dan juga FEA Right Award dari Thailand pada tahun 1999. Ia juga Berkat novelnya yang berjudul Mantra Penjinak Ular (2001), ia mendapat penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera).

5. Habiburrahman El Shirazy

Penulis Indonesia yang 'Go International'
Sumber : khazanah.republika.co.id

Penulis kelahiran Semarang ini berhasil memikat lewat karya-karya novelnya yang sangat fenomenal, bahkan beberapa sudah difilmkan. Sebut saja Ketika Cinta Bertasbih atau Ayat-Ayat Cinta yang sudah begitu booming di Indonesia. Penikmat karyanya ternyata bukan hanya dari Indonesia saja, tetapi juga dari beberapa negara lain, salah satunya Malaysia. Berkat karya-karyanya ia berhasil meraih penghargaan The Istanbul Foundation for Science and Culture atas karyanya yang berjudul Api Tauhid.

Nah, itu dia 5 penulis yang karyanya sudah diakui dunia alias Go International. Kelima penulis itu membuktikan kiprah Indonesia di bidang sastra ternyata tidak kalah hebatnya! Coba untuk membaca karya-karya mereka yuk! Bangga dengan sastra Indonesia.

 

Keep Breathing Keep Inspiring!

Penulis    : Noviyanti

Editor      : Andreas Maydian Puspito

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

Lysistrata adalah sebuah karya dari Aristophanes yang  mengisahkan kaum perempuan yang membawa semangat feminisme ditengah ancaman perang Athena dengan Sparta, kemudian disadur oleh sastrawan kawakan W.S Rendra sehingga kental dengan citarasa Indonesia. Acara ini berlangsung pada hari Senin (18/04) di Gedung Pertunjukkan Taman Ismail Marzuki. Pementasan ini merupakan pentas tunggal pertama oleh Komunitas Teater Paradoks FISIP UI dan sukses dihadiri oleh ratusan pengunjung yang memenuhi gedung Graha Bhakti Budaya. Pementasan teater ini disutradarai oleh Dhuha Ramadhani dengan mahasiswa Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI sebagai pelakon utama cerita tersebut.

“Kami merasa harus peka terhadap isu sosical dan politik yang ada.” ujar salah satu pelakon Lysistrata.

Lysistrata sedang berkonsolidasi dengan kaum wanita
Lysistrata sedang berkonsolidasi dengan kaum wanita

Teater ini mengkisahkan Lysistrata yang membujuk para wanita Yunani untuk menahan hak seksual dari suami dan kekasih mereka sebagai sarana memaksa Athena dan Sparta untuk menegosiasikan perdamaian. Ini adalah bentuk protes kaum wanita atas perang panjang yang tidak berkesudahan.  Di tengah kakacauan situasi politik dan ekonomi yang dialami oleh masyarakat Athena, mereka masih diselimuti ketakutan akan perang yang kapan saja mengancam diri mereka. Hal itulah yang membuat Lysistrata tergerak hatinya untuk menghentikan perang yang sedang berlangsung.

Lysistrata sebagai pimpinan kaum perempuan merasa bahwa wanita hanya pantas berada di dapur dan tidak pernah dilibatkan dalam perundingan dan perencanaan negara. Pada waktu itu perundingan dan perdebatan jarang sekali menemui titik tengah sehingga sering terjadi cekcok dan adu pendapat tanpa ada yang mau mengalah.

Dengan usahanya Lysistrata berhasil menyatukan Sparta dan Athena
Dengan usahanya Lysistrata berhasil menyatukan Sparta dan Athena

Komunitas Teater Paradoks sukses membawakan lakon ini dengan menarik. Sedikit memberikan unsur komedi namun tetap pada alur yang menginspirasi. Teater Paradoks UI menjadi contoh tepat untuk membawa isu feminisme kembali ke titik permukaan agar menjadi perhatian publik. Ditambah dengan adanya hari kartini pada 21 April mendatang pementasan ini mengembalikan semangat perjuangan perempuan.

Lysistrata sebagai pemimpin gerakan ini membuktikan bahwa kaum perempuan mampu menaklukan laki-laki dalam mencegah peperangan. Pagelaran teater yang diadakan oleh Komunitas Teater Paradoks UI membuktikan bahwa Lysistrata merupakan karya sastra yang tidak lekang oleh perubahan zaman. Tetap aktual jika didekati dengan sentuhan kekinian.

Berikut beberapa foto ketika acara berlangsung

Pentas Teater dihadiri ratusan pengunjung
Pentas Teater dihadiri ratusan pengunjung
Seluruh Kru pertunjukan Lysistrata
Seluruh Kru pertunjukan Lysistrata
Suasana ketika pertunjukan berlangsung
Suasana ketika pertunjukan berlangsung
Kisah percintaan mewarnai pentas pertunjukan Lysistrata
Kisah percintaan mewarnai pentas pertunjukan Lysistrata

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis : Rihan Rosihan

Editor  : Dylan Aprialdo Rachman

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)

sastra, sastra masuk kampung

Sastra milik semua orang. Bukan hanya milik orang-orang yang berada di pusat-pusat kebudayaan, intelektual-intelektual, maupun orang-orang terpelajar. Kesadaran inilah yang kemudian menginisiasikan Okky Maddasari, Sastrawan dan pendiri Rumah Muara, membuat gerakan Sastra Masuk Kampung.

Sastra Masuk Kampung, sebagai salah satu kegiatan dari Rumah Muara dan Asean Literary Festival, merupakan sebuah gerakan yang mengajak masyarakat untuk lebih mengenal dan dekat dengan sastra melalui membaca puisi, diskusi, serta interaksi.

“Seharusnya kita membawa sastra itu semakin dikenal pada banyak orang, bukan hanya kelompok kecil yang itu-itu saja. Contoh kecilnya kita lihat masyarakat disekitar kita, tetangga kita, apakah mereka tahu apa itu sastra? Apakah mereka membaca sastra? Tentu tidak banyak yang mengenal sastra. Maka dari itu, Rumah Muara bersama Asean Literary Festival berpikir perlu adanya upaya untuk mendekatkan sastra pada masyarakat luas dan melakukan kegiatan bersama mereka.” tutur Okky Maddasari kepada Inspirator Freak.

Okky percaya bahwa dalam pendidikan, seni dan sastra merupakan sarana paling ampuh dalam  membentuk karakter manusia. Meski  sederhana, misalnya melalui puisi, sastra bisa mempengaruhi jiwa dan pemikiran  orang. Oleh karena itu, Rumah Muara sebagai wadah yang mempertemukan berbagai kreativitas dan ide memiliki tujuan besar untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan kepedulian semua orang pada ketidakadilan disekitarnya melalui Sastra Masuk Kampung.

“Saya sangat terinpirasi dengan Wiji Thukul, semasa hidupnya dia suka sekali membacakan puisi ditengah kampung. Mungkin dia satu-satunya sastrawan yang melakukan hal itu, makanya saya ingin melestarikan dan melanjutkan hal itu melalui Sastra Masuk Kampung. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan sebuah langkah untuk teman-teman mahasiswa, kawan-kawan yang bergiat diluar sana, untuk juga melakukan sesuatu bersama masyarakat.” ungkap peraih Khatulistiwa Literary Award ini.

sastra, sastra masuk kampung
Membaca puisi, diskusi dan interaksi Sastra Masuk Kampung (Foto:Ifa)
sastra, sastra masuk kampung
Sastra Masuk Kampung edisi januari dan februari (foto: Ifa)

Sastra Masuk Kampung memang menarik bagi masyarakat Kampung Muara, Jakarta Selatan. Tak hanya anak mudanya, tetapi anak-anak dan ibu-ibu rumah tangganya pun datang untuk mengenal dan belajar mendeklamasikan puisi. Tak hanya itu, ada musikalisasi puisi keren juga dari Komunitas Ranggon Sastra. Acara ini di gelar setiap akhir bulan di Rumah Muara, jadi Inspirator juga bisa menjadi bagian keseruan Sastra Masuk Kampung.

Nah, Inspirator yang penasaran bagaimana keseruan Sastra Masuk Kampung, yuk lihat videonya

Keep Breathing, Keep Inspiring!

Penulis: Ifa Ikah

Editor: Kintan Lestari

Inspirator Freak

Twitter: @InspiratorFreak

Facebook : facebook.com/InspiratorFreak

LINE : @inspiratorfreak (menggunakan @)